Tujuh Martabat Nafsu Manusia

Pembicaraan tentang diri atau nafsu manusia itu sangat di pentingkan oleh kaum shufi sebagai pangkal bertolak dalam mengenal martabat nafsu . Arti martabat nafsu itu berputar sekitar diri dan jiwa ,yang kadang-kadang di maksudkan dengan pengertian “diri” atau kadang-kadang dengan pengertian “jiwa” manusia .

Adapun analisa masing-masing martabat nafsu ini adalah seperti tersebut di bawah ini .

1.      Nafsu Ammarah

Perangai orang pada martabat nafsu ini selalu memperturutkan kehendak hawa nafsu dan bisikan syetan . Karena itu nafsu ammarah ini kerjanya senantiasa menyuruh berbuat maksiat, baik ia tahu perbuatan itu jahat atau tidak. Bagi dia baik dan buruk adalah sama saja. Kejahatan dipandangnya tidak menjadikan apa-apa bila dikerjakan. Dia tidak mencela kejahatan, bahkan sebaliknya selalu sinis dan suka mencela segala bentuk kebaikan yang diperbuat orang lain. Nafsu ammarah ini adalah derajat yang paling rendah sekali, dan sangat berbahaya serta merugikan diri pribadi yang sekaligus akan menyeretnya ke lembah kehinaan.

Allah berfirman mengenai bahayanya hawa nafsu :
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu (amarrah) itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” (Qs. Yusuf : 53) .

Sebagian dari sifat-sifat orang yang mempunyai nafsu ammarah ini adalah :
1.      Bakhil atau kikir
2.      Tamak dan lobak kepada harta benda
3.      Berlagak sombong dan takabur (membanggakan diri)
4.      Suka mermegah-megahan dan bermewah-mewahan
5.      Ingin namanya terkenal dan popular
6.      Hasad dengki
7.      Beniat jahat dan khianat
8.      Lupa kepada Allah SWT
9.      Dan lain-lain sifat tercela

2.      Nafsu Lauwamah

Orang pada martabat nafsu ini suka mengritik atau mencela kejahatan dan membencinya. Apabila ia terlanjur berbuat kejahatan, ia lekas menyadari dan menyesali dirinya. Memang dia menyukai perbuatan baik, tapi kebaikan ini tidak dapat dipertahankan secara terus menerus karena dalam hatinya masih bersarang maksiat-maksiat batin. Meskipun hal ini diketahuinya tercela dan tidak disukainya, namun selalu saja maksiat batin itu menyerangnya. Sehingga apabila kuat serangan maksiat batin itu, maka sekali-kali dia berbuat maksiat dzohir karena tidak mampu melawannya. Meskipun demikian dia tetap berusaha menuju keridhoan Allah sambil mengucap istighfar memohon ampun dan menyesal atas kemaksiatan yang diperbuatnya.
وَلا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
“dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).”(Qs. Al  Qiyamah : 2 )

Di antara sifat nafsu lauwamah ini ialah :
Menyadari kesalahan diri atau menyesal berbuat kejahatan
Timbul perasaan takut kalau bersalah
Kritis terhadap apa saja yang di namakan kejahatan
 Heran kepada diri sendiri, mengira dirinya lebih baik dari orang lain (ujub)
 Memperbuat suatu kebaikan agar dilihat dan dikagumi orang (riya’)
 Menceritakan kebaikan yang telah diperbuatnya supaya mendapat pujian orang (sum’ah)
 Dan lain-lain sifat tercela didalam hati.

3.      Nafsu Mulhamah

nafsu mulhamah ini adalah nafsu yang sudah menerima latihan beberapa proses pensucian dari sifat-sifat hati yang kotor dan tercela melalui cara kehidupan orang-orang tasawwuf (sufi).
Orang pada martabat nafsu mulhamah ini boleh dikatakan baru mulai masuk tingkat kesucian, baru mulai mencapai fana, tetapi belum teguh dan mantap karena ada kemungkinan sifat-sifat terpuji itu akan lenyap dari dirinya.
وَنَفْسٍ وَمَاسَوَّاهَا . فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا . قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا . وَقَدْ خَابَ مَن
“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (perilaku) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (Qs. asy-Syams/91: 7-10).

Sifat-sifat yang timbul dari nafsu mulhamah ini antara lain:
Tidak menyayangi harta benda (pemurah)
Merasa cukup dengan apa yang ada (qona’ah)
Mempunyai ilmu laduni, yaitu ilmu yang didapat dari ilham
Timbul perasaan merendahkan diri kepada Allah (Tadlarru’)
Taubat, memohon ampun kepada Allah dari dosa yang telah dikerjakan
Sabar dalam segala hal yang menimpa
Tenang menghadapi segala kesulitan

4.      Nafsu Muthmainnah

Apabila orang pada martabat nafsu mulhamah tetap dalam proses mencapai maqam haqikat dan ma’rifat, maka akan melekatlah di lubuk hatinya sifat-sifat terpuji itu, dan terkikis habislah sifat-sifat yang tercela. Maka pada waktu itulah dia masuk ke dalam martabat nafsu muthmainnah. Nafsu ini adalah sebagai permulaan mencapat derajat shufi atau wali.
Orang yang telah mencapai martabat nafsu ini senantiasa merasa hatinya seolah-olah berada bersama Allah (Ma’allah).
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ﴿٢٧﴾ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ﴿٢٨﴾ فَادْخُلِي فِي عِبَادِي ﴿٢٩﴾ وَادْخُلِي جَنَّتِي ﴿٣٠﴾
Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai; lalu masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku "(QS al-Fajr [89]: 27-30)".

Diantara sifat-sifat keruhanian yang timbul dari nafsu muthmainnah adalah:
Pemurah dan suka bersedekah
Menyerahkan diri kepada Allah (Tawakkal)
Bersifat arif dan bijaksana
Kuat beramal dan kekal mengerjakan sholat
Mensyukuri ni’mat yang diperoleh dengan membesarkan Allah
Menerima dengan rasa puas apa yang dianugerahkan Allah (ridho) menerima qodho dan qodar
Takwa kepada Allah (Taqwallah)
Dan lain-lain sifat yang mulia.

5.      Nafsu Radhiyah

Martabat Nafsu radhiyah ini derajatnya lebih tinggi dari martabat nafsu muthmainnah. Nafsu radhiyah ini sangat dekat dengan Allah dan menerima dengan perasaan ridho segala hukum Allah. Karena itu segala problema kehidupan duniawi sama saja bagi para wali martabat nafsu rahiyah ini. Nilai uang sama saja dengan kertas biasa. Mereka tidak takut atau khawatir kepada siapapun yang akan mengganggu, dan tidak pula bersedih hati atas segala penderitaan sebagaimana kesedihannya yang diderita orang-orang awam.
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati"(Qs Yunus : 62).
Sifat-sifat keruhanian yang timbul dari nafsu radhiyah ini antara lain adalah:
Zuhud dari dunia
Ikhlas kepada Allah
Wara’ dalam ibadat
Meninggalkan segala sesuatu yang bukan pekerjaannya
Menunaikan dan menetapkan hukum-hukum Allah
Dan lain-lain perangai mulia dan terpuji

6 .  Nafsu Mardliyah

Martabat nafsu mardliyah ini lebih tinggi dari martabat nafsu radliyah, karena  segala perilaku orang nafsu ini, baik perkataan maupun perbuatan adalah diridhoi Allah dan diakui-Nya. Oleh karena itu, jadilah jiwanya, perasaannya, lintasan hatinya, gerak-geriknya, pendengarannya, penglihatannya, perkataannya, gerak kaki dan tangannya, kesemuanya itu adalah diridhoi Allah belaka.

Diantara sifat-sifat akhlak mulia dan terpuji yang timbul dari martabat nafsu ini adalah sebagai berikut:
Baik budi pekertinya seperti akhlak Nabi-nabi
Ramah tamah dalam pergaulan dengan masyarakat sebagaimana perangai para Nabi
Senantiasa merasa berdampingan dengan Allah
Selalu berfikir pada kebesaran Allah
Ridho dengan apa saja pemebrian Allah
Dan lain-lain budi pekerti yang luhur dan terpuji
Dalam perjalanannya, hati orang martabat nafsu mardliyah ini seolah-olah merasa dalam keadaan dengan Allah semata-mata (Billah). Dan terus menerus mengambil ilmu daripada Allah. Setelah melalui martabat fana’, dia akan kembali ke maqam baqa. Dengan kata lain setelah ia sampai kepada Allah, maka kembali lagi kepada makhluk. Dan ketika itu dapatlah ia menceburkan diri dalam kehidupan masyarakat, memberi petunjuk dan menuntun ummat ke jalan syari’at agama Allah yang benar.
Dzikir orang martabat nafsu ini tetap hidup dalam persamadhian rahasia (khafi) yaitu batin bagi “sirrus sirri”.

7. Nafsu Kamilah

Untuk mencapai nafsu kamilah ini sudah tentu orang harus melalui lebih dahulu proses perjalanan satu persatu ,yang di mulai dari nafsu ammarah, nafsu laumawah dan seterusnya sampai nafsu mardhiyah sebagaimana yang telah di sebutkan ke atas .

Memang tidak mudah untuk mencapai martabat nafsu ini, harus mempunyai semangat yang tinggi dan berani menempuh jalan yang sulit dan sungkar. Shekh Abdul Qadir al-Jailani misalnya,selama tiga puluh tahun lebih ia merintis dan menempuh jalan untuk mencapai maqam nafsu qamilah ini.tetapi dalam menempuh jalan ini tidak sama bagi setiap orang, lain orangnya lain pula perjalanannya ,ada yang menempuh dalam waktu yang singkat dan ada pula yang lama.

Martabat nafsu kamilah ini adalah nafsu yang tertinggi dan teristimewa dari maqam wali yang lain, karena ia dapat menghimpun antara bathin dan lahir antara hakikat dan syari’at. Karenanya dia dinamakan maqam “Baqa Billah” atau “Kamil Mukammil” atau “Insanul Kamil”. Jelasnya ruh dan hatinya “Kekal dengan Allah”, tetapi zhahir tubuh kasarnya bersama-sama dengan pergaulan masyarakat, menjadi pemimpin membina masyarakat ke arah jalan yang dirihoi Allah. Hati mereka kekal dengan Allah meskipun diwaktu tidur, karena mereka dapat musyahadah dengan Allah dalam setiap waktu. Maqam “Baqa Billah” ini tidak dapat dinilai dengan kebendaan berbentuk apa saja di alam ini, karena itu ia merupakan maqam khawasul khawas. Segala gerak gerik dan perilaku orang martabat nafsu kamilah ini adalah ibadat semata-mata.









RABITAH DAN WASILAH


1.0 RABITAH DAN WASILAH
Rabitah dan wasilah adalah suatu cabang ilmu kesufian yang diajar oleh guru-guru sufi yang arif dan faham halnya kepada murid-muridnya untuk diamalkan akan dia di dalam menjalani jalan sufi yang muktabar melalui mana-mana ilmu dan amal yang benar sebagai jalan pintas untuk segera keluar dari daerah kufur dan maksiat kepada daerah iman dan taat.

1.1 Rabitah dari segi bahasa

Tambatan ingatan kasih sayang yang terzahir di dalam hati sanubari seseorang terhadap seseorang yang disukai atau dikasihi hasil daripada memperolehi pemberian yang dihajati (sekali atau berulangkali) sehingga menjadi terbayang atau terukir gambar orang itu di dalam ingatannya dan tidak boleh dilupakan.

1.2 Wasilah dari segi bahasa

Mengguna (menonjolkan) pangkat kemuliaan kebesaran seseorang yang disukai atau dikasihi yang menjadi sahabat atau taulan kenalan atau kekasih kepada seseorang yang dipohonkan hajat supaya hajat itu segera diperolehi atau dimakbulkan

2.0 Rabitah Dari Segi Istilah Ahlil haq.

Tambatan ingatan kasih sayang terzahir terpacak kukuh di dalam hati sanubari seseorang murid sehingga nyata mesra kasih sayang ingatan itu keseluruh dirinya (murid) zahir dan bathin terhadap seseorang ulama’, atau solihin atau nabi2 dan rasul-rasul ‘alaihimussolatu wassalam samada masih hidup atau telah mati yang menjadi syeikhnya (gurunya) dan kepercayaannya (paling kurang yakin atau lebih tinggi daripada itu, haqqul yakin, ‘ala haqqul yaqin dan ketasnya lagi) sebagai taqarrub dan tabarruk dirinya dengan kemuliaan dan ketinggian pangkat iman, islam dan ehsan syeikhnya itu di sisi hadrat Allah dalam ilmu dan amalnya bagi menjalani jalan mencapai kemantapan makrifahnya akan Allah S.W.T. dalam hidup dan kehidupannya sehingga terukirlah rupa syeikhnya itu di dalam bathin hatinya dan terpancar keluar pada penglihatan mata kasar yang tidak lekang dalam apa juga suasana dan keadaan, setelah itu dinafikannya akan wujud zat yang lain, sifat yang lain, perbuatan yang lain berbetulan wujud zat Allah, sifat Allah dan af’al Allah yang hakiki dan serentak dengan itu difanakan akan wujud dirinya dan segala benda dan masa cair dan beku, zahir dan bathin dan wujud yang lain, sifat yang lain, perbuatan yang lain selain Allah. Samaada dikiri, dikanan, dihadapan, dibelakang, di atas, dibawah dan di dalam pada zatNya, sifatNya dan perbuatanNya sehingga terbit pada mata zahir nya yang wujud mutlak itu hanya zat Allah dan segala sifatnya dan perbuatanNya. Dikala itu jadilah ia orang yang semata-mata mengabdikan diri kehadrat Allah, zat wajibal wujud disemua tempat, semua waktu, semua masa dan semua keadaan melalui lidahnya, anggotanya dan hatinya seumpama syeikhnya (yakni telah tumbuh didalam dirinya iman dan taat seumpama syeikhnya walau sebesar zarah sekalipun dan terhakis pula kufur dan maksiat walau sebesar zarah sekalipun) dan kala itu jadilah murid itu orang yang telah masuk di dalam makna firman Allah, bermaksud:-

“ Katakanlah Allah itu Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadanya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan. Dan tiada sesuatupun yang setara denganNya.” (Al ikhlas : Ayat )

“ Hanya kepada engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada engkaulah kami mohon pertolongan”.( Al Fatihah : Ayat 5)

3.0 Wasilah Dari Segi istilah Ahlil haq

Menggunakan atau menonjolkan pangkat kemuliaan, kebesaran Iman, Islam, Ehsan dan Mujahadah  seseorang yang dikasihi Allah yang dijadikan syeikhnya di dalam ilmu dan amalnya samada ulama’, solihin, nabi2 dan rasul-rasul ‘alaihimussolatuwassalam yang masih hidup atau sudah mati sebagai tabarruk dan taqarrub dengan kemuliaan dan kebesaran ketinggian Iman, Islam, Ehsan dan Mujahadah syeikhnya itu di sisi hadrat allah bagi memohon serta menghasilkan sesuatu yang baik daripada hadrat Allah berupa keampunan di atas segala dosa besar atau kecil, keridhoaan , kasih sayang dan lain-lain diwaktu aman dan dharurat di dunia dan akhirat.

4.0 Oleh yang demikian secara umumnya Rabitah terbahagi kepada 3 jenis iaitu:

a. Rabitah Tabi’i

Iaitu ikatan atau pertautan yang berlaku secara kebiasaan (Fitrah)

Contoh ikatan atau pertautan antara kaum keluarga. Misalnya Abu teringatkan ibunya atau Hassan mengingat nostalgianya bersama isterinya semasa muda-muda dahulu lalu beliau membayangkan saat-saat indah dikala pertemuan pertama yang membawa beliau dan isterinya bercinta terasa indahnya di dalam hati beliau saat-saat manis itu di dalam hatinya.. (Ini bermakna si Hassan menambat hati atau mempertautkan hati dengan isterinya dan terhasillah kegembiraan dan kemanisan dihatinya bilamana peristiwa manis itu terbayang)

b. Rabitah Sufli

Iaitu ikatan atau pertautan hati dengan sesuatu yang bersifat rendah seperti mempertautkan hati dengan pangkat, harta, wanita, kemegahan yang mana kesemua pertautan hati itu akhirnya mendatangkan mudharat terhadap orang tadi samada secara lahiriah mahupun ruhaniah. Dan ini adalah yang di cela oleh syara’ dan tidak mendatangkan sebarang manafaat ruhaniah sebaliknya akan menyebabkan hati orang yang menambat itu akan bertambah keras dan jauh dari Allah Ta’ala.

c. Rabitah ‘Ulwi

Iaitu ikatan hati atau mempertautkan hati dengan sesuatu yang bersifat tinggi seperti mempertautkan hati dengan syiar-syiar Allah atau dengan mempertautkan hati dengan orang-orang yang sholeh, atau dengan orang yang sudah nyata kewara’kannya, atau dengan Ulama' yang amilin, dengan sahabat-sahabat nabi, serta dengan baginda nabi Muhammad s.a.w. Dan kesemua pertautan hati di alam ini adalah dengan satu tujuan saja iaitu sebenarnya untuk mempertautkan hati dengan Allah Ta’ala atau dengan perkataan sebenarnya ialah bermaksudkan Allah Ta’ala dan keredhaanNya dan tidak yang lainnya walau sebesar zarrah sekalipun tiada tujuan yang lain .Sekiranya ada terselit tujuan yang lain walau sedikit pun maka rabitah tersebut bertukar menjadi Rabitah sufli kerana telah lari dari konsep Tauhid dalam ubudiyyah.

5.0 Mengapa perlu Rabitah ?

a. Kerana perintah Allah Ta’ala

Kita diwajibkan mempertautkan hati kita kepada Allah dan RasulNya dan dengan segala orang-orang muslim atas perintah Allah serta berjuang ke jalanNya kerana ianya perintah syara’ yang sangat nyata.

b. Kerana ianya Sunnah

Adapun mempertautkan hati dalam pengertian rabitah ‘Ulwi adalah jalan sunnah dan perkara ini berlaku di antara Rasul dan sahabat-sahabatnya yang mereka itu saling mempertambatkan hati mereka dengan kasih sayang atas sebab Allah Ta’ala dan keredhaanNya (Ukhuwah fillah)

c. Kerana mempertautkan hati

Mempertautkan hati adalah wasilah yang menyampaikan kepada kehampiran (Qurb) kepada Allah Ta’ala .

Menambat atau mempertautkan hati ini amalan Rabitah mengikut kaedah sufi.

Adapun ahli sufi menggunakan kaedah rabitah sebagai suatu wasilah supaya mendapat penghampiran (qurb) dengan Allah Ta’ala (rabitah ‘Ulwi). Pengertian rabitah secara sufi ini adalah berbentuk khususiah dan ianya menjadi suatu adab yang paling muakkad (utama) di kalangan kaum sufi. Di katakan ianya sebagai amalan khususiah kerana pengamal rabitah ini mestilah mempunyai syarat yang cukup sebelum mengamalkannya kerana mengelak dari salah faham dan salah penghayatan yang akhirnya mendatangkan fitnah bagi pengamalnya (yang tak cukup syarat) .

Dan paling utama syaratnya ialah dia wajib memahami asas ilmu aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah sekurang-kurangnya yang fardhu ‘ain. Dan ada lagi syarat rukunnya bagi pengamal rabitah tersebut dan tahu serta faham bilamanakah rabitah itu di perlukan dan bilamanakah ia perlu tinggalkan sama sekali.

Adapun makna rabitah atau cara menambat hati seorang murid Tariqat kepada syeikh (Guru Mursyid) nya ialah sepertimana yang di terangkan oleh Syeikh Daud Al Fathani di dalam kitab Dhiyaul Murid pada menyatakan adab berzikir yang keempat belas iaitu :

“ Bahawa mengkhayalkan (membayangkan di dalam hati atau pemikiran) rupa syeikhnya pada antara dua matanya. Maka iaitu terlebih sangat muakkad bagi memberi bekas. Maka di hadirkan rupa syeikhnya pada hatinya , dan menuntut penolong daripadanya. Dan di lihat bahawasenya ia penolong daripada penolong nabi kita . Dan hati nabi s.a.w. selama-lamanya berhadap kepada hadhrat Tuhannya. Maka apabila di kerjakan yang demikian itu maka limpah pertolongan ‘al Ilahiyyah’ daripada ‘Hadhrat Ilahiyyah’ kepada hati penghulu kita (Nabi Muhammad s.a.w.). Dan daripada hati penghulu kita Nabi Muhammad s.a.w. kepada segala hati Masya’ikh daripada satu kepada satu hingga sampai kepada yang berzikir itu. Maka jadi dapat pertolongan dan mendapat pemberian Allah pada kita jika ada benar hatinya”.

Bagi orang sufi  atau Tariqat cara mereka menambat hati dengan syeikhnya ialah dengan menggambarkan atau membayang rupa atau diri syeikhnya sebelum berzikir (secara perseorangan) dengan tujuan mendapat limpahan ruhaniah dari sekelian syeikhnya yang terdahulu mengikut susur galur salasilah tariqatnya sehinggalah baginda Rasulullah s.a.w. yang senantiasa menerima limpahan rahmat dari Allah Ta’ala.

Sebenarnya membayangkan rupa syeikh adalah salah satu cara dari berbagai cara untuk menambat hati dengan syeikh. Setengah pendapat cukup dengan niat saja bahawa syeikhnya itu hadhir bersama dalam berzikir ketika murid berzikir dengan tujuan mendapat keberkatan dari syeikhnya itu kesemuanya itu adalah tujuan yang sama dan terlingkup dalam makna rabitah juga.

6.0 Rabitah dan Wasilah dalam ilmu dan amal itu terjadi keatas seseorang murid kerana

6.1 Perhubungan silaturrahim dan mesra kasih sayang murid terhadap gurunya selepas murid itu menerima ilmu dan amal daripada gurunya serta beramal dengan ilmu dan amal itu bersungguh-sungguh.

6.2 Hati simurid akan sentiasa teringat akan gurunya di dalam mujahadahnya melalui ilmu dan amal yang diterimanya itu dan guru juga akan sentiasa teringat muridnya di dalam doanya.

6.3 Syeikhnya atau gurunya itu telah sampai kepada maqam iman, islam, ehsan dan mujahadah yang kamilah atau kamilatul kamilah di mana rohani dan jasmani syeikhnya itu ghaib atau ghaibul mutlak di dalam keagungan, kemuliaan, kebesaran ALLAH rabbul jalil di semua tempat waktu dan masa dan nyata pada diri syeikh itu berkat, maunnah, karomah di dalam ilmu dan amalnya.

6.4 Syeikh yang kamil atau kamil mukamil itu sentiasa dapat berhubung dengan rohani dan jasmani muridnya yang tidak putus hubungan silaturrahim dengannya diwaktu aman dan dharurat sehingga jadilah murid itu sentiasa terbayang akan rupa syeikhnya (gurunya) lebih-lebih lagi dikala apabila bangkit cita-cita dan kehendak hati murid itu untuk melaksanakan kufur dan maksiat.

6.5 Ingatan mesra kasih sayang murid terhadap syeikhnya yang kamil atau kamil mukamil itu akan membuahkan lipat ganda ingatan kasih sayang murid itu kepada Allah didalam ibadahnya dan ubudiahnya.

6.6 Terhindar murid itu daripada rabitah dan wasilah seperti yang dibuat oleh orang kafir, jahil, fasiq, dimana mereka mengiktiqadkan gambar yang terukir atau terupa didalam ingatan itu sebagai tuhan dan mereka dzahirkan dengan menempa gambar itu didalam alam ini dan mereka muliakan gambar yang mereka tempa itu dalam segala rupa bentuk pemujaan mengikut hawa nafsu yang jahat di dalam khayal, syak, dzon dan waham. Sebagai ubudiah dan mengenang jasa atau mempamirkan rasa cinta atau ingatan kasih sayang yang mendalam yang ditumpukan kepada gambar yang ditempa itu sahaja.

7.0 Rabitah Haq

Ialah diatas makna Tabarruk dan taqarrub diri kehadrat Allah dengan penuh yakin , haqqul yakin, ‘ala yakin, ‘ala haqqul yakin dengan kemuliaan, kebesaran, ketinggian pangkat iman, islam dan ehsan mereka itu di sisi Allah samada dia seorang ulama’, solihin, nabi-nabi dan rasul-rasul ‘alaihimussolatuwassalam yang masih hidup atau sudah mati sebagai jalan pintas supaya segera dikurniakan baik, paling baik, agung baik, dan maha baik oleh Allah seumpama Allah kurniakan kepada orang yang Allah jadikan sebagai rabitah dan wasilah itu dan diharap supaya benar2 nyata maunnah dan karomah yang hakiki yang tiada sangkut paut atau hubung kait dengan segala rupa bentuk bantuan khadam bersyarat atau yang datang mengikut jalur keturunan atau pemujaan, walaupun karomah atau maunnah itu bukan menjadi tujuan dan matlamat di dalam ilmu dan amalnya. Ia suatu pakaian yang dikurniakan oleh Allah pada ahli-ahlinya sahaja.

Syeikh daud al fathoni menjelaskan di dalam Manhalus Sufi..

” orang yang tiada karomah umpama anak yang tiada bapa”.

Berkaitan rabitah wasilah maksud hadis :-

“ Orang yang terbaik dikalangan kamu ialah orang yang apabila dilihat nya, dapat mengingatkan kamu kepada Allah, percakapannya menambahkan ilmu kamu, perbuatannya (amalannya) mendekatkan kamu kepada akhirat”

Riwayat daripada al hakim daripada Abdullah bin omar.

Contoh kaedah rabitah yang haq ialah membawa ingatan selintas sebelum memulakan amalan zikir khafi bagi mendapatkan keteguhan dan keyakinan agar semasa menyelam dalam amalan zikirulLah itu nanti tidak dicelahi oleh syak, dzan dan waham, dan apabila mencapai maksud dalam zikir nya itu yakni hudurul qalbi/fana/jazbah Ilahiah, maka di situ tidaklah dibawa lagi ingatan terhadap guru/rabitah. Ini yang telah ditarbiahkan asal asal oleh mana-mana pemuka pemuka mursyid  yang muktabar.

Adapun rabithah yang diperbolehkan seperti :

a. Rabithah seorang makmum terhadap imamnya dalam shalat

Seorang makmum wajib berniat menjadi makmum dan konsekwensinya dia harus mengikuti imam sepenuhnya. Manakala makmum menyalahi perbuatan imam, umpamanya imam sujud dia rukuk dan sebagainya maka shalat si makmum tadi mejadi batal.

b. Rabithah seorang anak terhadap kedua orang tuanya

Di dalam Q.S Al Irsa ayat 23 yang bermaksud; Allah menyuruh kita berbuat baik kepada orang tua, dan melarang menyakiti hati keduanya. Tetapi kita diperintahkan menyenangkan hati keduanya.

c. Rabithah antara isteri kepada suaminya

Di dalam Q.S An Nisa ayat 21 Allah berfirman, maksudnya:

Dan mereka (isteri-isterimu) dengan akad nikah telah mengambil dari kamu janji yang kokoh kuat. Dengan akad nikah maka terjadilah rabithah antara suami isteri yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing. Dengan akad nikah akan terjadilah rasa kasih dan sayang antara keduanya yang disalurkan melalui berkahnya nikah seperti yang ditegaskan dalam Q.S Ar Rum ayat 21.

d. Rabithah antara murid dengan guru

Tidak ada di dunia ini seseorang memperoleh ilmu tanpa melalui guru, langsung atau tidak langsung. Seorang murid dengan sungguh-sungguh menunut ilmu dari gurunya, dan seorang guru dengan tulus ikhlas memberikan pendidikan dan pengajaran kepada muridnya, hingga dengan demikian terjadilah hubungan yang harmonis antara keduanya. Murid yang mendapatkan ilmu pengetahuan dari gurunya dengan cara demikian akan memperoleh ilmu yang berkah dan bermanfaat.

8.0 Rabitah Bathil

Rabitah dan Wasilah yang dibuat oleh orang-orang kafir atau yang seumpama dengannya.

Rabitah dengan makna menzahirkan rupa diri sesesiapa sahaja yang memberi kebaikan kepadanya mengikut khayal syak, dzon dan waham. Dengan mengaku sebagai Tuhan yang disembah dengan sebenarnya dan menempa rupa gambarnya itu pada mana-mana tempat di dalam alam ini untuk disanjung, dipuja mengikut kehendak hawa nafsu yang jahat, paling jahat, dan agong jahat sebagai mengenang jasa terhadap sesuatu pemberian atau hajat yang diperolehi atau menzahirkan rasa ingatan kasih saying yang hanya merupakan hayalan syak, dzon dan waham. Manakala contoh pembawaan rabitah yang batil ialah pembawakan rabitah dan beriktikad bahawa rabitahlah yang memberi bekas atas segala apa yang berlaku seperti kemalangan, kecelakaan pada diri nya, dan meyakini bahawa guru nya lah atau rabitahlah yang membuatkan dia memperolehi sesuatu keuntungan atau nikmat., dan ada juga yang beriktikad bahawa guru nya mengetahui segenap perbuatan nya di mana sahaja dia berada. Seolah olah di sini tauhid nya terletak pada tangan guru atau rabitah tersebut. Ini antara contoh yang berlaku di kalangan pengamal pengamal tariqah.

9.0 KEPERLUAN RABITAH DAN WASILAH BAGI SETIAP MURID YANG INGIN MENCERAIKAN JAHAT MENUJU KEPADA BAIK.

Sejarah silam banyak memberi pengajaran dan bukti nyata bahawa rabithah dan wasilah di atas makna tabarruk dan taqarrub dalam ilmu dan amal menuju kepada baik seperti yang diajar oleh nabi-nabi dan rasul-rasul, ulama’ muhaqqiqin memang ada dan menjadi sesuatu tuntutan yang diharuskan yang berbeza sekali dengan rabitah dan wasilah yang dibuat oleh orang kafir atau orang yang mengambil ilmu dan amal daripada orang-orang jahil, fasiq, munafik dan seumpamanya di mana rabitah dan wasilah yang mereka buat itu di dalam keadaan khayal, syak, dzon dan waham di atas makna ta’abud memuja menghormati sebagai mengenang jasa menumpu dan menzahirkan ingatan rasa kasih sayang.

Antara rabitah dan wasilah yang benar itu seperti kisah Nabi Allah Yusof ‘alaihissalam dengan Siti Zulaikha yang mana Nabi Yusof ‘alaihissalam hampir-hampir tergoda dengan telatah dan godaan Siti Zulaikha ke atas dirinya. Maka di saat itulah ALLAH memperlihatkan rupa ayahandanya Nabi Allah Yaakob a.s kepada baginda. Maka ketika itu juga baginda terus lari dari godaan Siti Zulaikha dan Siti Zulaikha pula mengejar baginda dari arah belakang lalu memegang bajunya hingga baju baginda terkoyak.

Sebagai membuktikan kebenaran baginda ALLAH memerintahkan seorang kanak-kanak kecil yang sedang berada di dalam buaian bercakap dengan lidah yang fasih sebagai saksi yang memihak kepada Baginda nabi Allah Yusof a.s.

Maka rabitah dan wasilah yang sesat lagi menyesatkan adalah sebagaimana Musa As Samiri (Dajjal) laknatullah mengajar kepada pengikut-pengikut Nabi Allah Musa a.s sepeninggalan baginda pergi bermunajat di Bukit Tursina bagi menerima kitab Taurat. Musa As Samiri mengajar umat Nabi Allah Musa a.s menempa patung anak lembu daripada emas yang mereka rampas daripada orang qibti Mesir semasa mereka dihalau dan diburu oleh Fir’aun dan bala tenteranya. Musa As samiri menghidupkan anak lembu itu dengan mencampurkan tanah bekas tapak kaki kuda Jibrail a.s kedalam emas yang ditempa itu. Setelah patung anak lembu itu hidup dan boleh bercakap-cakap maka Dajjal mengarahkan umat Nabi Allah Musa a.s mengadakan upacara pemujaan diluar batas syariat nabi Allah Musa a.s. sebagai memperhambakan diri dan menghormati mengikut selera hawa nafsu yang jahat dalam keadaan khayal, syak, dzon dan waham. Maka rabitah dan wasilah yang seumpama inilah yang diharamkan oleh seluruh ulama’-ulama’ islam ke atas orang-orang islam melakukan akan dia sepanjang zaman kerana menerjunkan diri seseorang murid itu kedalam kufur dan maksiat yang lebih mendalam

Adapun Rabitah di atas nama tabarruk dan taqarrub seperti yang berlaku ke atas Nabi Allah yusof a.s maka ia diharuskan keatas mereka yang mengambil ilmu dan amal daripada ulama’-ulama’ muhaqqiqin dan melatih diri dengan ilmu dan amal itu untuk keluar daripada dosa besar dan kecil menuju kepada baik, paling baik, agong baik dan maha baik dengan ijma’ seluruh ulama’ islam yang muhaqqiqin. Ulama’-ulama’ islam yang menolak rabitah dan wasilah di atas makna tabarruk dan taqarrub itu ialah orang-orang yang nakal yang masih berada di atas sifat-sifat mazmumah walaupun mempunyai sijil-sijil kelulusan (Ba, Ma & PhD) kedudukan pangkat dan banyak ilmu dan amal dan diharap mereka akan menjadi seperti Imam Ahmad Ibnu Hanbal dan Imam Al ghazali dan mereka yang seumpama dengannya

Orang-orang yang menerima Ilmu daripada rasul khasnya di zaman Nabi Muhammad S.A.W. berpecah kepada beberapa kelompok atau kumpulan antaranya:-

9.1 Kumpulan yang betul-betul menerima ilmu dan amal itu serta bersungguh-sungguh melatih diri zahir dan bathin dengan ilmu dan amal itu menuju kepada terpelihara dosa sepenuhnya serta istiqomah diatasnya selama-lamanya. Kelompok inilah yang menjadi pewaris kepada sekalian nabi-nabi dan rasul-rasul dalam ilmu dan amal dan menjadi uswatun hasanah pada zamannya. Contohnya Abu Bakar, Omar, Othman, Ali r.a dan baki daripada 10 sahabat dijamin syurga dan mereka yang lainnya yang seumpama mereka itu pada zahir dan bathin sepanjang zaman selagi tidak berlaku qiamah.

Mafhum Firman Allah :-

“ Dia (Allah) yang mengutus RasulNya dengan (membawa) petunjuk yang lurus dan agama yang (benar yang datang dari sisi hadzratNya) supaya jadilah agama Islam itu meninggi dan menang mutlak di atas semua agama yang lain ( kerana agama yang lain itu ciptaan manusia yang menjadi penganjur dan pelopornya sahaja, yang tidak ada padanya mukjizat) dan cukuplah Allah sahaja yang menjadi saksi . Muhammad itu pesuruh Allah, orang2(mukmin) yang bersama dengan dia sangat keras tindakannya terhadap orang2 kafir dan sangat mesra kasih saying sesama mereka (mukminin/at) Engkau lihat mereka itu sentiasa ruku’, sujud dan semata-mata mengharapkan kurnia daripada Allah dan Keredhoannya sahaja. Mereka itu dapat dikenal pasti kerana ada pada diri mereka itu tanda sujud kepada Allah. ( zahir atau nyata cahaya keimanan, keselamatan dan keehsanan yang terang benderang pada diri mereka itu.) (Surah al fat-h ayat 28-29)

Kalau di zaman Rasulullah s.a.w puak-puak ini dapat dikenal pasti sebagai orang-orang yang paling kehadapan menolong Allah dan rasulNya dan agamaNya ialah mereka yang membentengkan diri mereka sendiri menangkis serangan-serangan musuh seperti yang berlaku di dalam peperangan Uhud. Mereka juga orang-orang yang pertama mengambil Bai’atul Ridzuan di Hudaibiah daripada Rasulullah s.a.w. Mereka juga orang-orang yang membariskan diri di dalam peperangan Hunain bersama Rasulullah s.a.w setelah jemaah tentera Islam yang banyak melarikan diri meninggalakan Rasulullah s.a.w kerana gerun dengan serangan bala tentera ahzab. Di dalam peperangan itu Allah memberi kemenangan total (mutlak) kepada Rasulullah s.a.w dan orang-orang mukmin. Orang yang seumpama tersebut memang wujud disepanjang zaman selagi tidak berlaku kiamat. Tetapi didalam sesuatu keadaan tertentu mungkin mereka ini menyembunyikan diri.

Mereka melaksanakan dakwah menyeru amar ma’aruf nahi mungkar itu dalam suasana dan keadaan berhimah yang hanya mereka sendiri sahaja yang tahu dan faham kenapa mereka berada seperti itu. Mereka ini golongan ulama’-ulama’ dan solihin-solihin yang muhaqqiqin umah nabi Muhammad s.a.w sepanjang zaman.

9.2 Kumpulan yang betul-betul menerima ilmu dan amal itu daripada Rasulullah atau daripada kelompok yang pertama sepanjang zaman dan berusaha melatih diri zahir dan bathin dengan ilmu dan amal itu seperti kelompok pertama untuk menuju terpelihara daripada segala dosa, tetapi masih terlekat dengan dosa-dosa kecil namun segera bertaubat. Mereka ini ialah golongan ulama’-ulama’ dan orang-orang soleh umat Nabi Muhammad s.a.w.

9.3 Kelompok yang menerima ilmu dan amal tetapi tidak berusaha bersungguh-sungguh seperti kelompok (1) dan (2) bagi melatih diri keluar daripada dosa besar dan kecil. Mereka itulah golongan orang-orang fasiq umat Muhammad s.a.w yang terdiri daripada golongan Ulama’, orang-orang yang zahirnya nampak soleh atau orang awam umat Muhammad s.a.w sepanjang zaman. Terkadang mereka itu hanya terikut-ikut sahaja di dalam menerima ilmu dan amal mungkin oleh sebab ada kepentingan atau sesuatu hajat untuk dihasilkan atau ada penyakit untuk Allah sembuhkan atau dengan sebab malu dengan suasana dan keadaan.

9.4 Kelompok yang pura-pura menerima ilmu dan amal dan pura-pura pula dalam melatih diri zahir dan batin dengan ilmu dan amal itu. Akhirnya ada di antara mereka menolak ilmu dan amal yang padanya mereka terima samada nyata atau tersembunyi. Mereka itulah orang-orang munafiq atau murtad daripada Umat Muhammad s.a.w sepanjang zaman.

Dua kelompok terakhir inilah paling ramai dikalangan umat Muhammad s.a.w dan terjebak pula dengan berbagai ragam ilmu dan amal yang sesat lagi menyesatkan yang tergolong di dalam salah satu 72 puak yang sesat dalam aqidah, terjebak pula di dalam bidaah dholalah yang haram dan karohah dalam syariat, juga terjebak di dalam salah satu 13 puak sesat di dalam kesufian terikat dengan khadam-khadam bersyarat, saka baka (keturunan) dan lain-lain.

Seruan dakwah dalam menyeru ma’aruf dan mencegah mungkar yang paling berkesan ialah yang datang dari kelompok (1) dan (2) kerana mereka itu orang-orang yang dipercayai iman, islam, ihsan dan mujahadah serta mempunyai salasilah di dalam ilmu dan amalnya sehingga kepada Rasulullah s.a.w dan mereka pula ada rabitah dan wasilah di atas makna tabarruk dan taqarrub dalam ilmu dan amalnya. Maka golongan inilah yang paling layak mengajak manusia kembali kepada kebaikan dan paling berkesan di dalam kerja buatnya itu. Manakala golongan yang menolak rabitah dan wasilah tidaklah termasuk di dalam kumpulan yang sepatut layak mengajak manusia kepada amar ma’ruf nahi mungkar, kerana mereka sendiri berada di dalam kemungkaran samada fasiq, dzolim, munafiq atau murtad.

10.0 LATIHAN DI DALAM ILMU DAN AMAL.

10.1 Sebeberapa daya yang boleh menghilangkan sebanyak mungkin perangai yang jahat zahir dan bathin paling kurang 50% - 80%.

10.2 Ialah mereka yang melatih diri menghilangkan segala sifat2 jahat zahir dan bathin di dalam ilmu dan amalnya menjangkau 100%.

10.3 Ialah mereka yang melatih diri menghilangkan perangai-perangai jahat zahir dan bathin yang melebihi menjangkau melebihi 100% dan istiqomah di atasnya selama-lamanya iaitulah mereka yang berada di dalam darjah radhiah, mardhiah, kamilah dan kamilatul kamilah dalam ilmu dan amal.

Lazimnya kelompok yang (9.3) dan (9.4) setelah mendapat hidayah daripada ALLAH S.W.T. melalui berbagai-bagai bentuk seruan dakwah. Maka mereka mencari ilmu dan amal untuk menuju kepada baik, di sana sekiranya mereka berjumpa dan berguru dengan orang yang sekelompok dengan mereka sudah tentu mereka mengekali jahat, paling jahat dan agong jahat jahat di dalam ilmu dan amal. Sekiranya mereka berjumpa dan berguru dengan kelompok (9.1) dan (9.2) maka inilah yang sepatutnya dan sebenarnya kerana ilmu dan amal kelompok (9.1) dan (9.2) itu ada salasilah guru sehingga kepada Rasulullah s.a.w dan berada pula di atas yakin, haqqul yakin, ‘ala yakin dan ‘la haqqul yakin. Apabila si murid itu menerima ilmu dan amal daripada kelompok (9.1) dan (9.2) dan dengan penuh ikhlas melatih diri keluara daripada sifat-sifat mazmumah menuju kepada baik, paling baik, agong baik dan maha baik dengan melalui tingkat-tingkat (10.1), (10.2) dan (10.3) sudah tentulah akan terwujud di dalam bathin hati sanubari murid itu rasa kasih sayang terhadap gurunya lebih-lebih lagi gurunya itu seorang murid murshid yang menjadi badal kepada syeikh yang di atasnya atau badal mutlak kepada syeikh yang di atas syeikhnya yang ada hubungan rohani dan jasmani dengan syeikh yang di atasnya dengan Rasulullah s.a.w dan sudah berada pula di dalam tahap iman, islam, ihsan dan mujahadah yang mutmainnah, radhiah, mardhiah, kamilah dan kamilatul kamilah. Lama kelamaan perhubungan kasih sayang di antara murid dengan guru itu mesra seluruh diri zahir dan bathin sehingga terukir rupa gurunya dihadapannya maka disitu secara langsung atau tidak langsung sudah wujudlah rabitah dan wasilah di atas makna tabarruk dan taqarrub si murid dengan gurunya. Si murid yang mempunyai rabitah dan wasilah yang seperti itu ialah mereka yang dikurnia laduni oleh Allah dan jalan pintas menuju kepada baik, paling baik, agong baik dan maha baik dalam ilmu dan amalnya selepas tingkat (10.1) , (10.2) dan memasuki tingakat (10.3) dengan selamat serta istiqamah dengannya selamanya.

Murid-muridnya yang berlaku jahat adab di dalam ilmu dan amalnya dengan gurunya (syeikhnya) akan dicampak kedalam was-was, khayal, syak, dzon dan waham atau menuju kepada rendah pangkat dan kejahatan, berada di dalam fasiq dan mungkin terjebak ke dalam munafiq dan murtad. Untuk melepasi tingkat (10.1) dan (10.2) itu dan mengambil jalan pintas dengan baik rabitah dan wasilah di atas makna tabarruk atau taqrrub dengan kelompok (9.1) dan (9.2) seterusnya kepada nabi kita Muhammad s.a.w adalah menjadi suatu dorongan dan keperluan dan itulah menjadi keharusan di dalam ilmu dan amal atas ijma’ seluruh ulama’ muhaqqiqin sepanjang zaman.

11.0 KATA-KATA SYEIKH MAHYUDDIN ABDUL QADIR JILANI.

11.1 “ Sesiapa yang tiada baginya guru murshid (di dalam ilmu dan amalnya untuk menuju baik, paling baik, agong baik dan maha baik) maka bahawasanya akulah baginya syeikhnya dan murshidnya (di dalam ilmu dan amalnya itu) sehingga jadilah ia seumpama aku zahir dan batin”.

11.2 Hendaklah murid aku ( mereka yang mengaku murid bagi aku) berpegang teguh dengan aku (zahir dan bathin dalam ilmu dan amalnya) dan jadikanlah aku kepercayaannya ( dalam mentarbiah, mendidik, mengawal, memelihara dirinya keluar daripada dosa besar dan dosa kecil menuju kepada baik, paling baik, agong baik dan maha baik di dalam darjah mutmainnah, radhiah, mardhiah, kamilah dan kamilatul kamilah dan istiqomah padanya) lagi aku tanggungkan akan dia ( nescaya jadilah murid itu di dalam perhatian aku, doaku dan syafaatku) di dunia dan akhirat.”

11.3 Aku wasif yang dimausufkan akan dia (rabitah dan wasilah yang dirabitah dan di wasilahkan akan dia di atas makna tabarruq dan taqarrub) guru bagi sekalian thoriqat ( bagi sekalian ilmu dan amalnya yang menuju kepada baik).

12.0 KENYATAAN ULAMA’ BERKAITAN RABITAH DAN WASILAH.

12.1 Shaikh Ahmad Hussain bin al-Dawsari telah memberikan definisi rabitah ini dengan lebih jelas lagi:

Sesungguhnya sesiapa yang berhubung rapat dengan seseorang, terutamanya jika perhubungan itu dalam kasih sayang dan iktikad (yang baik), sudah pastilah rupa orang itu akan tergambar di dalam ingatannya. Bila ia ingatkan orang itu maka tergambarlah rupanya. Jika orang yang tersebut dari kalangan orang-orang yang dicintai Allah, maka menggambarkan rupanya (dalam ingatan) itu akan mendorongkan untuk mencintai Allah dan rindukanNya. Mencintai Allah itu sememangnya dituntut dan rindu kepada Allah adalah (merupakan sifat) yang dikasihi.

12.2 Syeikh Abdul Majid bin Muhamad al-Khani di dalam kitab nya Al-Saa'dah Al Abadiyyah:-

"Hendaklah murid itu membayangkan rupa guru nya yang kamil di antara kedua mata nya, kemudian murid itu menumpukan perhatian kepada rohani nya dalam bayangan tersebut dan terus menerus menumpukan perhatian seperti itu sepenuh nya sehingga ia mencapai (rasa) lenyap (ghaibah) atau kesan jazdbah. Setelah tercapai salah satu daripada dua perkara tersebut, (rasa lenyap dan jazdbah) itu, murid itupun tinggalkan penumpuan kepada rabitah dan menumpukan pula kepada perasaan lenyap atau jazdbah itu."

12.3 Syeikh Hussain Ahmad A Dusari : “ Ar Rahmatul Habitah “.

Sesungguhnya sesiapa yang duduk dengan seseorang terutama atau lebih-lebih lagi jika pertemuan itu dalam kasih saying dan iktiqad yang baik sudah pastilah rupa orang itu akan terlukis atau tergambar dalam ingatannya. Bila ia ingatkan orang itu maka tergambarlah rupanya. Jika sekiranya orang yang tersebut itu dari kalangan orang yang dicintai Allah maka menggambarkan rupanya (dalam ingatan) itu akan mendorongkannya untuk mencintai Allah dan rindukanNya. Mencintai Allah itu memang yang diperintah dan merinduiNya itu suatu sifat yang dikasihiNya. Oleh itu menggambarkan rupa orang itu juga adalah perbuatan yang dikasihi juga”.

Sesiapa yang menggambarkan atau membayangkan seseorang yang disifatkan, maka ia telah membayang atau menggambarkan sifat-sifatnya. Jika sifat-sifat orang itu dikasihi dan dicintai di sisi Allah, maka membayangkan atau menggambarkan rupanya memastikan tercapainya gambaran sifat-sifat yang dikasihi Allah itu adalah merupakan perbuatan yang dikasihi oleh Allah juga. Tidaklah makna rabitah itu kecuali yang tersebut itu.

“ Semoga Allah mengilhamkan saudara akan pertunjukNya dan menjadikan saudara sebagai hambanya, bukan hamba kepada diri saudara sendiri. Ketahuilah hai saudaraku dijalan Allah, sesungguhnya rabitah dengan Syeikh yang kamil itu dapat menyampaikan saudara kepada rabitah dengan Rasulullah s.a.w dan faedahnya ialah fana’ fi rasul,hasilnya adalah sebahagian daripada nikmat yang sebesar-besarnya dan merupakan nikmat yang sempurna yang mana tidak dikurniakan melainkan kepada orang yang hatinya sangat mengagungkan Allah ”.

“ Fana fi rasul itu juga masuk ke dalam hadzrat kequdusan Allah dan penumpuan hati pada mencintai Allah dan persediaan berbagai kurnia Allah adalah diperintah (untuk mendapatkannya) “.

Di dalam kitab Ar Rahmatul Rabitah mengenai ayat2 Al qur’an berkaitan rabitah dan wasilah beliau berkata dengan maksudnya “ Adakah ada sesuatu yang tertinggal dari kitab Allah dan Al Qur’an itu? Pada al qur’an itu telah telah menghimpunkan tiap-tiap yang basah dan kering ( tidak ada sesuatu yang tidak disebut (terkandung) di dalam al-qur’an). Maksud firman Allah “ Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu bertqwa kepada Allah dan carilah wasilah kepada Allah” dan wasilah kepada Allah itu berbagai amalan soleh. Berbagai amal perbuatan soleh itu tidak akan menjadi amalan soleh kecuali (dikerjakan) dengan ikhlas. Manakala berbagai amal soleh itu tidak akan dapat menjadi amal yang ikhlas kecuali bila telah bersih dari berbagai unsur yang mengotorkan. Sesungguhnya menerusi pengalaman atau percubaan iaitu bila kami menumpukan amalan rabitah maka kami dapat iaitu amalan-amalan kami itu bersih daripada berbagai unsur kekotoran “ghoflah” (kelalaian) amalan (yang dilakukan) dengan keadaan ghoflah atau kelalaian hati tidaklah dikira atau tidak diterima, kerana tidak ditulis akan pahala bagi hamba yang lalai hatinya ketika solat kecuali setakat yang ia ingatkan sahaja. Rabitah itu adalah sebahagian daripada berbagai wasilah yang memastikan terhapusnya sifat ghoflah itu dan yang memastikan tercapainya sifat hudhurul qalbi adalah merupakan sebahagian daripada wasilah yang sebaik-baiknya. Jelas sekali menurut pandangan Syeikh Ahmad bin Hussain As Dusari di atas rabitah adalah termasuk dalam maksud umum perkataan “al wasilah” yang tersebut dalam ayat itu. Dapat juga kita pandang bahawa beliau dalam menganalisa dan mengistibathkan hukum telah juga menggunakan kaedah usul feqah yang bermaksud “ sesuatu perkara yang menyebabkan kewajiban itu tidak akan dapat disempurnakan kecuali dengannya, maka sesuatu perkara itu wajiblah juga hukumnya”

“ Dan sesungguhnya (perbuatan) yang dijahilkannya itulah yang dilakukannya bahkan perbuatan itulah yang dilakukannya “, Rabitah yang dinafikan sabitnya (di dalam islam) itulah yang dilakukan. Perbuatan itu adalah sebahagian daripada adab terhadap Allah yang tidak boleh dipertikaikan lagi. Menurut ilmu yang jelas ialah bahawa ia perlu sangat melakukan amalan yang akan dapat menghilangkan bala yang membinasakan dirinya itu yang mana tidak dapat dirasakannya kerana ia terlalu sangat mabuk dalam (kelalaian) terhadap Allah dan demikian itu ialah apabila ia melakukan takhbir ratul ehram maka iapun berkelana atau merayap dalam lapangan fikiran dan sangkaan-sangkaan atau khayalannya dan ia berpaling dari Tuhannya dan ia lupakan dirinya. Mereka itu lupakan Allah, maka Allahpun melupakan mereka. Dan iapun sibuk berabitah dengan (harta wakafnya atau harta benda) miliknya, atau pekerjaannya atau isterinya, jika dirinya itu difitnahkan dengan isterinya itu ( ia berabitah) dengan anaknya atau meneliti sesuatu masalah yang dikemukakan oleh iblis kepada dirinya supaya iblis itu dapat mengeluarkan dirinya daripada solatnya itu di dalam keadaan muflis (tidak dapat pahala tetapi penuh dosa) atau ia bercakap-cakap kepada seseorang yang diharapkan akan memberikan zakat atau sedekah, maka iapun membaca di dalam solatnya itu “اياك نعبد “ padahal ia pada masa yang sama mengadu perkara yang diingatinya itu. Itulah yang disembahnya bukan Allah dan perkara itulah yang menjadi rabitahnya (yang jelas) berada diruang kedua-dua matanya sehingga ia memberi salam. Apabila ia memberi salam yang pertama is cepat-cepat mengengkarkan (amalan) rabitah yang di amalkan oleh para ulama’ dan orang-orang yang ariffin billah pada waktu yang tertentu (waktu berzikir) supaya dapat menghilangkan kelalaian sehingga mereka dapat menghadap Tuhan mereka di dalam sembahyang mereka dan diwaktu mereka berzikir dengan hati yang hudhur.

13.0 Hadis-hadis keharusan berabitah dan berwasilah.

1.Maksudnya: Sesungguhnya sesetengah daripada manusia itu adalah sebagai anak kunci (yang membuka hati) bagi mengingati Allah (iaitu) bila mereka itu dipandang maka ingatlah Allah (orang yang memandangnya itu).

2.Maksudnya: Mahukah kamu aku khabarkan kepada kamu akan orang yang sebaik-baiknya di kalangan kamu? Orang yang sebaik-baik di kalangan kamu itu ialah mereka bila dipandang maka orang yang memandang itu ingatkan Allah."

3. Maksudnya: Orang yang sebaik-baiknya di kalangan kamu itu ialah orang yang mengingatkan kamu kepada Allah dengan memandang (rupanya) dan percakapannya menambahkan ilmu kamu 'dan amalannya mendorongkan kamu gemar kepada akhirat.

4.Maksudnya: Dikatakan kepada Rasulullah (s. 'a.w.): Ya Rasulullah siapakah orang yang sebaik-baik menjadi rakan perbualan kami? Rasulullah bersabda: Dia itu ialah orang yang mengingatkan kamu kepada Allah dengan melihatnya, percakapannya menambahkan ilmu kamu dan amalannya juga mengingatkan kamu kepada akhirat.

5.Maksudnya: Tidak akan masuk ke neraka orang (Islam) yang telah melihat aku (Nabi Muhammad) dan tidak juga akan masuk ke neraka orang yang melihat akan orang yang telah melihat aku dan tidak akan masuk ke neraka orang yang melihat akan orang yang melihat aku, iaitu walaupun (sampai) kepada tujuh puluh wasitah (lapisan/keturunan).
Sesungguhnya mereka itu adalah para khalifahku di dalam menyampaikan (ajaran Islam) dan asuhan Islam, selagi mereka itu sentiasa istiqamah di dalam syari'atku''.

Dari kelima-lima hadith Nabi seperti yang disebutkan di atas ini maka dapatlah kita membuat kesimpulan bahawa memandang rupa, mendengarkan percakapan dan memperhatikan tingkah laku orang yang bersifat taqwa akan memberi kesan yang baik pada diri kita yang melihatnya iaitu boleh menguatkan iman, membetulkan amalan dan menggemarkan kita kepada perkara-perkara yang berkait dengan akhirat.

Di samping itu, kita juga dapat kefahaman yang tepat iaitu kita adalah digalakkan supaya bersahabat, berdampingan dengan orang yang bersifat taqwa seperti itu atau sekurang-kurangnya sentiasa menjadikan mereka itu sebagai orang selalu kita ingatkan di dalam khayalan kita. Apatah lagi jika orang itu sememangnya menjadi guru kita di bidang kerohanian seperti shaikh mursyid itu.

Keadaan hubungan antara seseorang murid dengan shaikh mursyidnya sememangnya dikehendaki berada di dalam yang begitu rapat dan erat kerana keadaan begitu sememangnya telah ditempuh dan dialami oleh para sahabat dalam hubungan mereka dengan Rasulullah (s.'a.w.).

Khalifah Abu Bakar misalnya adalah sentiasa terbayang-bayangkan wajah baginda (s.'a.w ) sehingga semasa beliau berada di dalam bilik air pun masih ternampakkan wajah baginda itu.

Cuba kita perhatian apa yang telah dilaporkan oleh Imam al-Bukhari mengenai kisah Khalifah Abu Bakar tersebut:

Maksudnya:

Sesungguhnya Abu Bakar al-Siddiq telah mengadu kepada Nabi (s. 'a.w.) tentang (pengalamannya yang mana beliau) terasa tidak bercerai daripada Nabi sehingga di dalam bilik air pun ia masih seolah-olahnya melihat wajah Nabi itu.

Begitulah di antara beberapa buah hadith yang menjadi dalil mengenai keharusan amalan rabitah shaikh itu. Jika kita telitikan kitab-kitab hadith, kita tentu akan menemui berpuluh-puluh, mungkin beratus-ratus hadith yang lain pula.

Oleh itu maka kita tidak berasa hairan jika seorang ahli hadith yang terkenal di India di abad ini, Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi pernah menegaskan mengenai hal ini dengan katanya:

Maksudnya: Demikianlah terdapat beratus-ratus riwayat (hadith) mengenai membayangkan rupa shaikh itu ada di dalam kitab-kitab hadith.


Oleh yang demikian adalah sukar benar bagi kita untuk mengatakan bahawa membayangkan rupa shaikh itu tidak harus secara mutlak.

RABITAH DAN WASILAH

by on 20:31
RABITAH DAN WASILAH 1.0 RABITAH DAN WASILAH Rabitah dan wasilah adalah suatu cabang ilmu kesufian yang diajar oleh guru-guru sufi ya...
SYARAH TAUHID DARI TUAN GURU SHEIKH AHMAD MUHAYIDDIN




Assalamualaikum wbt..post kali ini berkaitan dengan ilmu tauhid berdasarkan kajian Tuan Guru Ustaz Ahmad Junaidin(Presiden Pertubuhan Gerak Seni Silat Abjad (A) Jabat Kilat Malaysia).Saya merasakan bahawa masih ramai diluar sana yang bila ditanyakan tentang rukun syahadah mereka tidak akan mampu menjawab soalan ini.Jadi saya berpendapat bahawa hal ini merupakan tanggungjawab saya bagi berkongsi kajian Tuan Guru saya berkaitan Tauhid kerana ia merupakan elemen yang paling penting dimana tanpa akidah yang mantap,kita akan mudah digugat.Pemahaman yang jitu berkaitan dengan ilmu-ilmu akidah akan menyelamatkan kita terpesong atau terkeluar dari akidah secara tidak sedar melalui percakapan,perbuatan atau niat di dalam hati.Jadi,saya mengharapkan keredhaan Allah SWT semata-mata dalam segala perbuatan yang saya lakukan,melatih diri supaya membetulkan niat supaya ikhlas terhadap Allah taala kerana bukan mudah bagi hamba yang serba kekurangan dari pelbagai sudut seperti saya ini untuk lari dari sikap-sikap mazmumah seperti riak,takbur,ujub,sum’ah,bangga diri,zhon,syak.Sekian,Assalamualaikum

Al-Allamah Tuan Guru Ustaz Ahmad Junaiddin
(Ringkasan Pok Nik atas matan, syarah dan kajian Ustaz Ahmad)

Bahan ini dibuat di atas kebenaran Al-Allamah Ustaz Ahmad Junaiddin

Firman Allah SWT (mafhumnya)

Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi, yang dapat menghidupkan (orang-orang mati)? Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rosak binasa. Maka Maha Suci Allah Yang mempunyai ‘Arasy daripada apa yang mereka sifatkan. (Al-Anbiya’: 21-22)

Kalimat Tauhid

Bagi Muslim yang telah mencapai had taklif syarak (akil baligh), difardhukan ke atas diri mereka untuk mengetahui dan memahami dengan jelas, tahkik (yakin tanpa berbolak-balik) dengan jazam yang putus, dengan dalil yang jelas mengenai makna tersurat dan tersirat kalimah tauhid.

Tiada Tuhan Melainkan Allah dan Muhammad itu Rasulullah

Apabila diterima kalimah ini, maka wajiblah ke atas diri mereka akan 3 perkara :

a. Memaksa diri* menerima dan melaksanakan perintah (Lihat Rukun Islam di
bawah)

b. Memaksa diri* menjaga hukum
c. Wajib redha dengan qada’ dan qadar Allah SWT. (Lihat Rukun Iman (Mafsal) di bawah

* Melatih diri dan berusaha sesungguh hati

Firman Allah SWT : (mafhumnya)

Dan ia (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid ini. (Az-Zukhruf: 28)

Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah (secara ringkas)

Tauhid ar-Rububiyyah bermakna beri’tiqad bahawa Allah SWT bersifat Esa, Pencipta, Pemelihara dan Tuhan sekelian alam.

Tauhid al-Uluhiyyah ialah kita mentauhidkan Allah dalam ubudiah dan mohon pertolongan.

Firman Allah SWT (mafhumnya)

“Dan sesungguhnya Aku telah utuskan Nuh (nabi) kepada kaumnya, lalu dia berkata (menyeru): Wahai kaumku, hendaklah kamu menyembah Allah, (kerana) sesekali tiada tuhan melainkan Dia.” (Al-Mu’minun: 23)

Firman Allah SWT : (mafhumnya)

Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa”. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada seseorang pun yang setara dengan Dia”. (Al-Ikhlas: 1-4)

Menafikan sifat Keserupaan (Al-Musyabahah) dan Sifat Kekurangan pada Allah SWT

Semua yang bersifat berjisim, bermasa, berdimensi dan seumpamanya itu ternafi daripada Allah kerana elemen-elemen ini berubah-ubah, sedang Al-Khaliq jauh sekali daripada sifat-sifat berubah; dan sifat berbilang-bilang juga ternafi daripadaNya, kerana sifat berbilang itu bersusun, sedangkan Tuhan Adalah Maha Esa.

Larangan Allah SWT dari mengambil selainNya

Firman Allah SWT (mafhumnya)

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (Al-Kahfi : 170)

Firman Allah SWT (mafhumnya):

“Maka janganlah kamu menjadikan tandingan-tandingan (andad) bagi Allah sedang kamu mengetahui.” (Al Baqarah: 22)

Dua Kalimah Syahadah (secara ringkas)

Setelah kita memahami maksud tauhid maka wajiblah ke atas setiap diri yang mukallaf (berakal, baligh, cukup umur) itu untuk menerima dua kalimah syahadah, beri’tiqad dan beramal dengannya dengan jazam yang putus :

Aku bersaksi bahawa Tiada Tuhan Melainkan Allah dan Aku bersaksi bahawa Muhammad itu Rasulullah (Pesuruh Allah)

Dari satu riwayat (Ahmad Ibnu Hanbal sahih isnadnya):

“Telah diberitakan kepada kami Abdullah, telah diberitakan kami ayahku, telah diberikatan kepada kami Abdul Razak, telah memberitakan kepada kami Ibnu Juraih katanya, telah diberitakan kepada kami Abullah bin Usman bin Khusaim bahawasanya Muhammad bin Al-Aswad bin Khalaf menkhabarkan kepadanya bahwasanya ayahnya al-Aswad telah melihat Nabi SAW membai’ah manusia pada hari pembukaan Mekah. Katanya: Nabi duduk di qarnun musqolah maka dia membai’ah manusia di atas Islam dan syahadah. Berkata al-Aswad: Aku bertanya apakah itu syahadah? Katanya telah mengkhabar kepadaku Muhammad bin Al-Aswad bin Khalaf bahawasanya baginda membaiah mereka di atas beriman dengan Allah dan penyaksian bahawa tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu hambaNya dan RasulNya.

Dua Kalimah Syahadah

Terbahagi kepada 2 bahagian :

a) Syahadah Allah SWT dan
b) Syahadah Rasulullah SAW

Fardhu Syahadah

Diikrarkan dengan lidah dan ditashdiqqan dengan hati

Kesempurnaan Syahadah

a) Diketahui (maksudnya),
b) diikrarkan,
c) ditashdiqqan,
d) diyakini

Rukun Syahadah

Mengisbatkan (membenarkan) Zat, Sifat, Af’al Allah SWT dan Kebesaran Rasulullah SAW

Sah Syahadah

a) Diketahui,
b) diikrarkan,
c) ditashdiqqan dan
d) diamalkan

Batal Syahadah

a) Syirik,
b) Syak/Zhan/Waham/Was-Was (tentang kebenaran Allah SWT),
c) Menyangkal diri diciptakan Allah SWT,
d) Tiada diisbatkan Zat Allah SWT.

Iman

Terbahagi kepada 2 bahagian

Iman Majmal & Mafsal (berhimpun/bercerai berai)

Iman Majmal

a) Percaya kepada Allah SWT dan FirmanNya,
b) Percaya kepada Rasulullah SAW dan sabdanya.

Iman Mafsal

iaitu 6 Rukun Iman :

a) Percaya kepada Allah SWT,
b) Malaikat-MalaikatNya,
c) Kitab-KitabNya,
d) Rasul-RasulNya,
e) Hari Akhirat,
f) Qada’ dan Qadar

Fardhu Iman

a) Mengikrarkan dengan lidah,
b) mentasdiqqan dengan hati dan
c) diperbuat dengan segala anggota,

mengikut ijmak Khulafa Ar-Rasyidin

Syarat Iman

a) Kasih kepada Allah SWT, MalaikatNya, Kitabullah, Auliaullah, Nabiyullah,
b) Benci kepada seteru Allah SWT,
c) Takut kepada azab Allah SWT,
d) Harap kepada rahmat Allah SWT,
d) Membesarkan segala suruhan Allah SWT dan mengerjakannya dan
e) Menjauhi segala laranganNya.

Batal Iman

a) Syirik,
b) menghalalkan yang haram,
c) membinasakan sesama makhluk dengan menzalimi dan berdendam,
d) berselisih faham sesama muslim sehingga tiga/tujuh hari,
e) meringankan syariat Nabi SAW,
f) tidak takut gugur iman,
g) menyerupai perbuatan kafir*,
h) putus harap dengan rahmat Allah SWT,
i) memakai pakaian kafir*,
j) menghadap selain kiblat.

Nota

*Menyerupai Perbuatan Kafir ialah mengikut cara, resam atau ibadah yang bertentangan dengan Islam

Perlu difahami bahawa *memakai pakaian kafir di sini ialah memakai pakaian yang tidak menutup aurat atau boleh mencetuskan perbuatan maksiat. (pakaian yang ketat bagi wanita sehingga tampak susuk tubuhnya)

Islam

Rukun Islam

a) Mengucap dua kalimah syahadah,
b) solat lima waktu sehari semalam,
c) berpuasa di bulan Ramadhan sebulan setahun hijrah,
d) mengeluarkan zakat apabila cukup haul/nisab,
e) mengerjakan ibadat haji ke Baitillah sekiranya berkemampuan sekali seumur hidup.

Syarat Islam

a) Sabar atas hukum Allah SWT,
b) Redha ke atas qada’ Allah SWT,
c) Ikhlas dalam menyerahkan diri kepada Allah SWT,
d) mentaati segala suruhan Allah SWT dan Rasulullah SAW dan
e) menjauhi segala tegahanNya.

Batal Islam

a) Amal tanpa ilmu,
b) ilmu tanpa amal,
c) tidak berguru,
d) tabiat suka mencela orang-orang yang berbuat kebajikan di jalan Allah SWT

Tanda-Tanda Islam

a) Tawaddak,
b) tidak berbohong,
c) tidak tamak haloba,
d) tiada mazmumah,
e) tiada makan minum yang haram

Ihsan

Beribadat “seolah-olah” nampak akan Allah SWT, Jika tiada mampu, merasakan “seolah-olah” Allah SWT nampak akan kita. *(Selaras dengan Hadis Nabi SAW)
(Rujuk Rabitah/Wasilah di bawah)

Apabila menolak Kalimat Tauhid/Dua Kalimah Syahadah

Kerosakan ke atas Aqidah, Syariat dan Akhlak

Tanpa ketiga-tiga asas utama yang disebutkan di atas, maka akan terganggulah perintah-perintah wajib yang lain seperti dalam solat, amalan dsb.

Antara gangguan yang akan berlaku ialah percampuradukan unsur-unsur kufur dan maksiat yang disadurkan ke dalam iman dan taat; dalam hal-hal yang membabitkan:

a. aqidah, iktiqad,
b. amalan, wirid, ibadah
c. pelaksanaan syariat,
d. pengorbanan diri dan harta

Contoh-Contoh Kerosakan Aqidah, Syariat dan Akhlak

Kita melihat ramai Muslim hari ini seolah-olah tidak menghiraukan kerosakan yang berlaku ke atas diri mereka seperti :

a. jahil murakab atau basit,
b. taghut,
c. beramal tanpa ilmu atau berilmu tanpa amal,
d. belajar tanpa guru,
e. ikut/taklid membabi-buta/membuta tuli
f. jahil kaedah Bahasa Arab (kekeliruan/penyelewengan tafsiran Al-Qur’an, Hadis, Ijmak dan Qias)
g. berfahaman yang selain dari Ahlus Sunnah Wal Jamaah secara disedari ataupun tidak.
h. ajaran sesat dan menyeleweng (contohnya iktikad hulul, wahdatul wujud, tanasikhul arwah dll)
i. putus asa dengan rahmat Allah SWT
j. khayalan dan panjang angan-angan
k. bersegera dalam melakukan kerja-kerja kufur, bidaah dholalah dan karohah,
l. syirik, murtad, munafik, zalim, zindiq dan fasiq,
m. mudah berburuk sangka, irihati, panas baran, bohong, khianat dsb.
n. sikap suka menegak benang basah, ujub, riak dan takabbur
o. berpegang teguh pada hukum kebiasaan alam seperti adat dsb.
p. budaya kuning dan sekular,
q. tahsinul aqli, tamrinul aqli (menafsir mengikut logik akal semata-mata tanpa/atau menolak terus aspek kerohanian/agama)
r. isme-isme dan falsafah-falsafah yang menyesatkan,
s. jenayah pelbagai seperti merogol, mencuri, merompak, menyamun, menipu, sumbang mahram dsb.
t. Memasuki ajaran sesat atau yang sebangsa dengannya
u. Terlibat dalam sihir, syakwazah, istidraj dll samada disedari atau tidak
v. Bersahabat dengan jin, belaan atau khadam untuk membantu kerja-kerjanya,
w. Menggunakan bomoh atau dukun yang sesat,
w. Dirasuk saka keturunan

dan banyaklah lagi.

Firman Allah SWT (mafhumnya) :

Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin. Dan sesungguhnya jin mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret (ke neraka ) (As-Saffat:158)

Firman Allah SWT (mafhumnya):

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir “Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cubaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya . Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (Al-Baqarah:102)

Semuanya ini dilakukan bagi mendapat publisiti murahan atau untuk menjadi ketua suku kaum dan golongan tertentu, jamaah, halaqah, gengster/kumpulan kongsi gelap, ahli sihir atau dukun/seni mempertahankan yang menyesatkan dsb,

Ada yang menamakan/mengisytiharkan diri mereka dengan pelbagai gelaran, raja, panglima, laksamana, temenggong, bendahara, syahbandar, hulubalang, nujum, bomoh/dukun, bidan, mak andam, mudim dsb. dengan tanda-tanda tertentu, simbol-simbol (termasuk lambang tertentu dan tatu) dan seumpamanya yang ada pada diri atau persekitaran mereka.

Sabda Rasullullah SAW bermaksud:

“Sesungguhnya syaitan itu berjalan dalam diri manusia mengikuti perjalanan darah. Oleh sebab itu,aku takut syaitan melontarkan sesuatu tuduhan atau satu kejahatan dalam hatimu”(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)(as-Syaikhan)

Gangguan dan hasutan Iblis juga mampu menyesatkan golongan sufi dan ulama Islam, tok-tok guru agama dan guru silat termasuk pengikut-pengikut mereka yang mengaku umat Muhammad SAW tetapi terlibat dalam; antara lain :

a. mubaiah atau sumpah atau perjanjian yang taabud yang menepati hukum syarak – tidak kira wajib, sunat, harus, makruh, halal atau haram,

“Berkata Maimunah binte Raqiqah ‘Aku mendatangi Rasulullah s.a.w bersama kaum wanita. Kami membai-atnya atas Islam. Lalu kami berkata ‘Wahai Rasulullah! Kami membai-at kamu untuk tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu, kami tidak akan mencuri, kami tidak akan berzina, kami tidak akan membunuh anak-anak kami dan kami tidak akan mendatangi cerita bohong yang kami reka di antara dua tangan dan kaki kami, kami tidak akan melakukan maksiat terhadap kau dalam perkara yang makruf’

Berkata Rasulullah S.A.W, *‘Pada kadar yang kamu mampu dan berupaya’…..” (Riwayat Malik & At-Tirmizi)

Di sini Rasulullah SAW menegur Maimunah kerana bai-atnya berbunyi bagaikan ‘sumpah’ (yang menepati hukum syarak iaitu ‘tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak, tidak berbohong dan tidak akan bermaksiat’ – sebab itu Rasulullah SAW menjawab – *’Pada kadar yang kamu mampu dan berupaya’

Kita berbaiat dengan niat kerana Allah SWT bagi berbuat kebaikan sekadar kemampuan. Kita ini manusia biasa dan pasti akan melakukan kesalahan dan dosa – kecil atau besar, sedar atau tidak sedar, dahulu – kini dan akan datang, dan kita masih mempunyai masa untuk bertaubat selagi maut tidak menjengah.

Ini juga merupakan prinsip yang harus menjadi pegangan semua pertubuhan silat, siasah atau yang memperjuangkan agama iaitu menentang bai-at bersumpah yang menepati hukum syarak.

Lain-lain keburukan yang sering mengganggu golongan sesat ini ialah :

b. ujub, riak, takabbur dalam mempamerkan kelebihan yang ada pada dirinya seperti makbulnya doa, dapat menunjukkan perkara yang mencarik adat dsb,

c. iman dan taat yang tersadur kufur dan maksiat sehingga membawa kepada syak, zhan, waham, khayalan dsb,

d. merombak-rungkai tafsir ayat-ayat Allah SWT, Hadis Baginda Rasulullah SAW, Ijmak dan Qias termasuk mengada-ngadakan ajaran yang tidak ada dalam agama (ajaran saduran atau tampalan)

e. mempersendakan Allah SWT, Baginda Rasulullah SAW, Para Sahabat, Tabiin dan Ulama,

f. menggugurkan taklif syarak ke atas diri mereka dan pengikutnya,

g. menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal,

h. tidak payah solat, puasa, zakat atau haji,

i. mengeluarkan hukum yang salah atau mentafsir hukum mengikut nafsu,

j. i’tiqad hulul seperti mengaku Tuhan dsb.

Firman Allah SWT: (mafhumnya)

Tetapi ia (Fir’aun) mendustakan dan mendurhaka. Maka dia mengumpulkan(pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. Maka ia berkata: “Akulah tuhan kamu yang paling tinggi”. Maka Allah mengazabkannya dengan azab akhirat dan azab dunia. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut. (kepada Tuhannya)

Sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud;

“Orang-orang Islam (diikat) bersama syarat-syarat mereka kecuali syarat-syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”(Riwayat At-Turmuzi, Ibn Majah & Abu Daud)

Sabda Baginda lagi:

“Tiada ketaatan kepada sesiapa dalam melakukan maksiat kepada Allah. Sesungguhnya taat hanya pada perkara yang makruf (baik).”(Riwayat Al-Bukhari & Muslim)

Golongan ini juga ada yang hanya mengambil Islam sebagai pegangan agama dan mengingati Allah SWT semasa berada atau beribadah atau mendengar tazkirah agama di masjid atau surau atau di rumah. Selepas itu, mereka akan lupa dan meninggalkan ajaran Islam serta menjadi alpa dalam mengingati Allah SWT. Walhal Allah SWT telah memerintahkan kita supaya mengingatiNya setiap masa.

Firman Allah SWT mafhumnya :

“Maka ingatilah Allah dalam keadaan kamu berdiri, duduk dan ketika kamu baring.” (An-Nisa’:103)

Selain itu terdapat juga ada yang sanggup mengambil berhala (asnam) tidak kira apa namanya secara tidak disedari nisbahnya seumpama Majusi, Buddha, Hindu dll. di samping mengambil andad (mengadakan tandingan dengan Allah SWT) iaitu berhala dalam ubudiah.

Firman Allah SWT (mafhumnya) :

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (Az Zumar:3)

Ini berlaku secara tidak disedari menerusi pergantungan terlalu kuat kepada :

a) sesuatu wirid ,
b) azimat, selendang, batu hikmat, cincin, keris dsb.
c) tabiat bergantung kuat kepada usaha dan ikhtiar bagi menzahirkan sesuatu hajat dan

dan beranggapan pergantungan dan tabiat inilah akan memberi bekas dengan sendirinya sehingga lupa kepada Qudrat dan Iradat Allah SWT.

Ramailah umat Islam yang tertarik dan menjadi pengikut mereka kerana kagum dengan apa yang dapat dilakukan oleh golongan ini. Walhal ianya adalah khayalan dan muslihat istidraj semata-mata.

Kejadian Malaikat

Kejadian Malaikat adalah daripada cahaya nurani atau laser yang murni (latif) Malaikat tidak mempunyai jantina samada lelaki atau perempuan, jantan atau betina. Mereka diizinkan Allah SWT untuk menukar wajah dan bentuknya dalam rupa yang baik.

Sepertimana Iblis dan Jin, Malaikat juga tidak boleh membuat rupa Nabi Muhammad Rasulullah SAW atau mengaku dirinya Tuhan. Mereka menjadi pembantu kepada Para Rasul dan Anbia alaihimussolaatuwassalaam dalam bentuk mukjizat serta menjadi penolong kepada Mukmin dalam bentuk karamah, maunah dan irhas.

Darjat iman dan taat pada para Malaikat tidak pernah bertambah dan tidak pernah berkurang. Mereka dijadikan Allah SWT untuk patuh melaksanakan kerja-kerja yang baik secara khusus. Setiap atau sejumlah Malaikat mempunyai tugas masing-masing. Mereka tidak bercantum menjadi satu (ittihad) sebagaimana golongan jin dan tidak pula mengganggu tugas-tugas malaikat lain.

Perjalanan mereka dipanggil ‘lipat bumi’. Nisbah kelajuan golongan Malaikat ialah 70,000 kali ganda kelajuan jin dalam satu saat paling kurang. Tetapi satu saat kelajuan mereka tidak dapat mengatasi satu saat kelajuan Nabi Muhammad Rasululllah SAW semasa lailatul mikraj.

Allah SWT juga telah menjadikan Malaikat sepuluh kali ganda daripada jumlah jin di mana jumlah jin hanya 1/10 daripada jumlah malaikat.

Kejadian Jin

Azazil dan bala tenteranya dijadikan Allah SWT tidak terkira banyaknya. Jika:

Jumlah manusia
+ Jumlah Pasir di laut dan sungai
+ Jumlah haiwan/binatang air dan daratan
+ Jumlah pokok kayu/tumbuh-tumbuhan/herba/rumput, daun-daunnya, ranting-rantingnya, akar-akarnya (yang tumbuh melata atau tidak sejak dijadikan Allah SWT sehingga hari Qiamat)

= 1/10 jumlah jin dan masih ada baki 9/10 lagi

Kejadian Jin adalah cantuman zarah (atau atom/nukleus) api maarij dan angin samun yang sangat panas berasal daripada pucuk api neraka yang paling bawah. Dari sini mereka zahir dalam bentuk asap dan wap. Mereka juga berjantina – jantan dan betina. Mereka dapat menyamar sebagai manusia dengan bentuk dan suaranya kecuali Nabi Muhammad Rasulullah SAW selain menjadi rupa binatang seperti anjing dan babi serta mengaku dirinya Tuhan.

Golongan jin yang ramai ini mampu bercantum menjadi satu Jin yang kuat bagi tugas menghasut dan merasuk manusia. Golongan jin juga mampu berjalan dengan laju, cepat dan tangkas.

Ada yang beragama Islam dan ada pula yang tidak. Namun yang berada pada iman dan taat mampu bertukar menjadi kufur dan maksiat. Ada yang kekal selama-lamanya disertai sifat cepat berputus asa dengan rahmat Allah SWT.

Firman Allah SWT : (mafhumnya)

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari tanah liat yang kering kontang yang berasal dari lumpur hitam yang di beri bentuk dan Kami telah ciptakan Jin sebelum di ciptakan manusia daripada api yang sangat panas. (Surah Al-Hijr ayat 26 – 27)

Kembali kepada Iman dan Taat dan Tinggalkan Kufur dan Maksiat (Ringkasan)

Amarah, Lawwamah dan Mulhamah

Majoriti Umat Islam hari ini berada dalam 3 tingkatan nafsu iaitu ammarah bisuu, lawwamah dan mulhamah. Secara ringkasnya ketiga-tiga tahap ini memaparkan kecacatan (mengikut tahap) pada ilmu dan amalnya dan nyata tanda-tanda syirik, kufur dan engkar pada lidah, hati dan anggotanya dalam konteks aqidah, syariah dan akhlak.

Firman Allah SWT : (mafhumnya)

“Sesungguhnya nafsu itu sangat menyuruh melakukan kejahatan” (Yusof:53)

Ada tiga bentuk penegasan – ‘In’ (Innannafsa) – taukik, ‘Lam’ (La-ammarah-bissuu) – isim fil mubalaghah-taukik/fill. Ketegasan kepada ‘sangat menyuruh’ atau ‘bersungguh-sungguh’ (mengajak kepada kejahatan)

Mutmainnah, Radhiah dan Mardiah

Daerah-daerah yang terbaik ialah mutmainnah dan lain-lain yang menuju kepada a’la haqqul yakin, kamilah atau kamilatul kamilah iaitu daerah kerohanian yang tinggi. Golongan ini adalah golongan yang suka bertaubat nasuha. Sentiasa rabitah dan wasilah kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW serta sukar untuk Azazil dan bala tenteranya mengganggu.

Firman Allah SWT: (mafhumnya)

Sesungguhnya berjayalah orang-orang yang beriman. Orang-orang yang khusyuk dalam solat mereka. Dan yang berpaling daripada perkara sia-sia. Dan yang mengeluarkan zakat. Dan yang memelihara kemaluan mereka. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau hamba yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Maka barangsiapa mencari yang di sebalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah dan janji-janji mereka. Dan orang-orang yang memelihara solat mereka. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. Yang akan mewarisi Syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Al-Mu’minun: 111)

Tingkatan Kamaliah

Secara ringkasnya, selain gabungan sifat-sifat rodiah dan mardiah atas golongan ini, sifat golongan ini juga dikatakan hampir dengan sifat Nabi/Rasul dan para sahabatnya.

Ada di antara mereka digelar sebagai ulama muhaqqiqin atau ulama warisatul anbia. Bezanya dengan ulama-ulama lain ialah mereka tidak cepat menghukum seseorang di atas perbuatan yang salah tetapi mereka cuba mencari punca kenapa seseorang itu berbuat salah. Contohnya jika murid itu berakhlak buruk, ulama muhaqqiqin mencari puncanya dan mendapati akhlak buruk itu adalah disebabkan oleh punca gangguan syaitan atau rasukan jin, maka ulama muhaqqiqin akan berusaha menjauhkan manusia berkenaan daripada gangguan atau rasukan menerusi kata-kata nasihat, ilmu, amalan dll.

Inilah antara contoh-contoh am seorang insan kamil atau kamaliah.

Masih terdapat pecahan-pecahan tertentu dalam semua tahap/tingkatan ini (umpamanya Maghfirah, Safiyya dll) – cukuplah sekadar menyebut yang biasa dikenali ramai.

Kefahaman Asas Mengenai Rabitah dan Wasilah (Tawassul/Tabarruk)

Mencontohi Sunnatur Rasul

Kenapa para sahabat, tabiin, ulama dan seluruh umat Islam mencontohi Sunnah Baginda Rasulullah SAW ?

Ini kerana Sunnah baginda adalah didasarkan kepada akhlak yang bertepatan dengan kehendak Allah SWT daripada Al-Qur’anul Karim

Sayyidatina Aisyah r.a.

”Akhlak baginda (Rasulullah) adalah Al-Qu’ran.” (Hadis Riwayat Abu Dawud dan Muslim)

Firman Allah Ta’ala (mafhumnya):

Wa maa yanthiqu ‘anil hawaa in hua illaa wahyun yuuha.

“Dan dia (Muhammad) tidak mengucapkan sesuatu kerana keluar dari hawa nafsunya, melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (Surah an Najm ayat 3 & 4).

Ulama sepakat (atas asbabub wurud) bahawa tafsir ayat ini bukan sahaja dimaksudkan ‘ucapan’ tetapi juga ‘tingkahlaku’ baginda SAW.

Di samping menghafaz Al-Qur’an sekadar kemampuan atau kesemua juzuk-juzuknya, kita juga lihat para sahabat beria-ia meniru perbuatan Rasulullah SAW seperti :

a. Makan dengan tangan kanan,
b. Meletakkan kain/lapik kepala sebelum memasuki tandas
c. Menggunakan kaki kiri semasa memasuki tandas dan kaki kanan semasa keluar dari tandas,
d. Menggunakan objek yang mirip digunakan oleh Rasulullah SAW apabila meriwayatkan Hadis Baginda untuk disampaikan kepada mana-mana mereka yang tidak dapat menghadiri majlis Baginda.

Contohnya, jika Baginda bersabda mengenai gugurnya dosa menerusi bertaubat, Baginda akan menggunakan dahan kayu dengan menggoncangkan dahan berkenaan sehingga gugur daun-daunan ke tanah. Perbuatan ini akan ditiru oleh para sahabat yang mendengarnya dan merawikan Hadis berkenaan kepada sesiapa yang tiada hadir semasa Hadis itu disabdakan.

e. Mendengar dan melatih diri untuk menepati cara, kaedah, rukun bersabit dengan ibadah, syariah dan akhlak yang ditunjukkan oleh Baginda,
f. Memakan kurma semasa berbuka puasa,
g. Memotong kuku di hari Jumaat,
h. Memulakan sesuatu pekerjaan dengan ‘BismillaahirRahmaanirRahiim’

Dan banyaklah lagi perbuatan baginda yang boleh dicari dengan mudah apabila merujuk kepada Al-Qur’an, Hadis dan Riwayat. Setiap sunnah yang dilakukan akan mendapat pahala dan sangat disukai Allah SWT.

Sabda Rasulullah SAW :

“Tidak sempurna iman seorang di antara kamu sebelum ia lebih mencintai aku daripada mencintai ibubapanya, anaknya, dan semua manusia” (HR Bukhari).

Ada para sahabat kerana sangat cinta dan rindu kepada Rasulullah SAW sentiasa terbayang-bayang wajahnya jika berjauhan dengan Baginda walaupun sebentar.

Menurut Ibnu Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ari, Shafwan, dan Abu Dzar, Rasulullah SAW telah bersabda mengenai seseorang yang ikhlas mencintainya,

”Seseorang akan berada di Yaumil Mahsyar bersama orang yang dicintainya.”

Mendengar hal demikian, para sahabat sangat berbahagia kerana mereka sangat mencintai baginda SAW. Pada suatu hari seorang sahabat hadir dalam majlis Rasulullah SAW, lalu berkata,

“Wahai Rasulullah, aku mencintaimu lebih dari mencintai nyawa, harta dan keluargaku. Jika berada di rumah, aku selalu terbayangkanmu. Aku selalu tidak bersabar untuk dapat berjumpa denganmu. Bagaimana jadinya jika aku tidak menjumpaimu lagi, kerana engkau pasti akan wafat, demikian juga aku. Kemudian engkau akan mencapai darjat Anbiya, sedangkan aku tidak?”

Mendengar itu Rasulullah terdiam. Tidak lama kemudian datanglah Malaikat Jibril menyampaikan wahyu,

”Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka akan bersama orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, siddiqin, syuhada, dan shalihin. Mereka adalah sebaik-baik sahabat, dan itulah kurnia Allah Yang Maha Mengetahui” (QS An-Nisa : 69-70).

Para sahabat juga bertemu dengan Nabi SAW bagi memohon Baginda mendoakan hajat mereka atau seperti Sayyidina Khalid Al-Walid telah menggunakan janggut Baginda yang telah dicukur semasa berperang bagi tujuan tabarruk (mengambil berkat Nabi S.A.W.) dan bukannya menyembah atau bergantung kepada janggut berkenaan yang memberi bekas kerana ini adalah syirik uluhiah.

Kita juga pernah mendengar kisah dan sifat-sifat Sayyidina Uwais Al-Qarni r.a. yang sangat mencintai baginda dengan jiwa dan raganya (sepenuh hati).

Beliau (Uwais) digolongkan Rasulullah SAW dalam golongan para sahabat baginda walaupun baginda tidak pernah bertemu dengan Uwais.

Uwais hanya mengenali Rasulullah SAW menerusi rabitah dan wasilah. Malah para sahabat yang dekat dengan baginda SAW juga sangat kagum dengan Uwais sehingga akhirnya mereka mengunjungi Uwais sebagai menyampaikan amanat Baginda SAW setelah wafat.

Sabda Rasulullah SAW :

“Barangsiapa melihatku di waktu tidur maka dia benar-benar telah melihatku, kerana syaitan tidak dapat menyerupaiku.” [Rawi Bukhari (6993, 6994, 6996) dari Anas dan Abu Said Al-Khudri, Rawi Muslim (2266, 2268) dari Abu Hurairah Anas dan Jabir r.a.)

Inilah penerangan bagi memberikan kefahaman asas mengenai Rabitah dan Wasilah iaitu :

Suatu kaedah kefahaman ilmu dan amal bagi mencapai serta berada dalam tahap yakin, makrifah, darjat, iman dan taat, di mana semua yang disebutkan ini menjadi berlipat kali ganda dalam ubudiah dan mohon pertolongan yang ditumpu menerusi lidah, anggota dan hati dalam hidup dan kehidupan hanya semata-mata kepada Allah SWT.

Selain itu, hal-hal yang lebih kompleks bersabit musyahadah, tawajjuh, rabitah dsb. perlu dirujuk kepada peristiwa Israk Mikraj.

Ulama Pewaris Para Nabi

Oleh kerana umat selepas zaman para Rasul, selepas zaman Baginda Rasululllah SAW serta selepas zaman Khulafa Ar-Rasyidin sudah tidak lagi mengenali Rasulullah SAW kecuali menerusi penyampaian oleh Ulama Pewaris Nabi, maka mereka akan merujuk pula kepada para ulama ini yang mengetahui dengan jelas mengenai Rasulullah SAW dan para sahabat Baginda.

Maka, apa yang telah diajari oleh ulama atau guru termasuk perbuatan-perbuatan mereka itu akan menjadi contoh teladan dan panduan yang baik pula pada pengikutnya. Malah ada yang merindui dan mengasihi ulama sehingga teringat-ingat akan wajahnya pula.

Imam Al-Hafizh Al-Mundziri meriwayatkan sebuah hadits dari 40 hadits berkenaan dengan keutamaan menuntut ilmu, yakni bersabda Rasulullah SAW:

“Pandangan sekali kepada Ulama lebih Allah cintai daripada ibadah 60 tahun, berpuasa siang harinya dan berdiri ibadah pada malamnya”.

Kemudian sabda Baginda SAW: “Jika tiada Ulama niscaya binasa (celaka)lah umatku”.

Ada juga yang meminta ulama dan guru mereka tolong mendoakan mereka atas apa juga hajat kerana yakin ulama dan guru mereka dikasihi Allah SWT atau menerusi menghadiahkan Fatihah kepada mereka.

Inilah kefahaman asas kepada wasilah, tawassul dan tabarruk.

Sabda Rasulullah SAW :

“Kamu hendaklah beribadat kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, sekiranya engkau tidak melihat-Nya, maka ketahuilah bahawa Dia sentiasa memerhatikanmu.”

[Sebahagian hadis dirawikan Bukhari dan Muslim, daripada Abu Hurayrah r.a. semasa Jibril a.s. menanyakan Rasulullah S.A.W. mengenai ‘Ihsan’]

Allah SWT itu adalah laisakaamithliHii syai-un. Tidak ada yang menyerupainya. Kita hanya beribadah seolah-olah melihatNya atau Dia melihat kita.

Walaupun begitu, untuk mempraktikkannya (‘seolah-olah’) agak sukar kecuali dengan bimbingan ulama muhaqqiqin – jika tidak kita akan terjatuh pada sangkaan, syak, zhan, waham hasil tamrinul dan tahsinulaqli.

Sebagaimana Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq membenarkan Israk Mikraj (bahawa Rasulullah SAW bertemu Rabbul Jalil di Sidratul Muntaha dari kerana yakin Baginda SAW adalah Al-Amin. Sebagai murid atau pengikut, maka sudah pasti kita membenarkan apa yang dibawa oleh ulama dan guru kita yang ikatannya menerusi sanad yang sah sehingga kepada Rasulullah SAW
PERBEZAAN ANTARA ABJAD DAN TAREKAT

ABJAD bukanlah suatu susunan ilmu dan amalan yang dinamakan tarekat. Ilmu dan amal yang benar itu ialah berasal daripada Nabi SAW yang dipanggil 'fadhail amal' atau 'athar sahabat' sebagai suatu hizib untuk diamalkan bagi MEMPERTEGUHKAN IKATAN DIRI dalam UBUDIYAH dan MINTA TOLONG hanya kepada ALLAH. Hizib ialah suatu susunan ilmu dan amal yang sudah dikenalpasti segera makbul doa dan segera ijabah segala hajat. Kalau diibarat buah kelapa, minyak yang telah nyata daripada buah kelapa yang boleh digunakan untuk sebarang hal itulah ibarat hizib.

Inilah ABJAD iaitu suatu susunan ilmu dan amal yang ada sanad dan untaian sehingga kepada ALLAH dan RASUL serta ada rabitah dan wasilah yang benar yang di dalamnya mengandungi berbagai-bagai hizib untuk diamalkan sebagai amalan lazim atau sunat dengan tujuan memperteguhkan ikatan diri dalam ubudiyah dan minta tolong kepada ALLAH.
Berbeza dengan TAREKAT. TAREKAT ialah suatu susunan wirid tertentu yang bersanad yang diwajibkan beramal ke atas diri ahli tarekat sebagai amalan wajib supaya dapat keluar daripada nafsu-nafsu yang jahat kepada nafsu-nafsu yang baik.

Sanad di dalam tarekat HANYALAH suatu susunan ratib yang diamalkan dan mestilah sampai kepada pengasas empunya susunan ratib tarekat tersebut seperti Sheikh Bahauddin an Naksyabandi bagi Tarekat Naksyabandi atau Sheikh Ahmad Ibnu Idris bagi Tarekat Ahmadiah Idrisiah atau lain-lain yang dinamakan tarekat.


Berbeza dengan sanad ABJAD. Sanad ABJAD ialah sanad ILMU dan AMAL. Iaitu sanad agama ISLAM ROHANI dan JASMANI iaitu Iman, Islam dan Ehsan di atas makna sekeliannya dan juzuk-juzuknya yang dizahirkan rupa itu dengan ucapan DUA KALIMAH SYAHADAH. HENDAKLAH DIFAHAMI perbezaan ini sungguh-sungguh supaya tidak disamakan ABJAD seperti TAREKAT.

ABJAD juga bukan amalan wirid berhikmah seperti selendang merah atau lain-lain nama yang berbentuk sihir, istidraj, silap mata atau syakwazah iaitu amalan yang tidak bersanad yang diterima amalan tersebut daripada ULAMA FASIK, AHLI JAHIL, TOK SAMI, AMBIL DALAM BUKU, TERIMA DALAM MIMPI, SAKA KETURUNAN, JELMAAN JIN dan lain-lain yang mesti dijauhi. AMALAN INI MEMANG BERSYARAT.


Diadaptasikan oleh : Al Yunusi Media



SEJARAH PUSAKA KHALIFAH WALI AGAMA ISLAM


Gerak Seni Silat Abjad ialah jenama silat yang diperkenalkan oleh Tuan Guru Syeikh Mahmud Nasri Osmani (1898 - 1980) di Malaysia. Nama silat itu merupakan gantian nama asal ilmu dan amalan yang diterima daripada gurunya, Sheikh Yusuf Kenali. yang menerima pula latihannya daripada guru Sheikh Muhammad Taib bin Tuan Guru Sheikh Abdul Rahman Jabat.

Mengikut cerita isterinya, Syeikh Mahmud memperkenalkan nama baharu itu kerana sewaktu itu, beliau melihat kedudukan umat Melayu Islam terumbang ambing mencari perlindungan setelah Malaysia menghadapi konflik perkauman, hasil percatuan parti politik, persatuan sukarela, badan sosial, dan orang perseorangan yang berlaku pertumpahan darah yang dikenali sebagai Peristiwa 13 Mei. Ketika itu, lahirlah berbagai-bagai ajaran syirik, khurafat, dan bidaah yang berlaku berleluasa dalam masyarakat umat Melayu: "Ketika itu dan ketahui olehmu serta insaf baik-baik bahawa tiada perkara yang lebih besar daripada bahaya kufur melainkan bahaya bidaah yang dilaknat oleh Allah akan orang-orang yang berbuat akan Dia. Seperti mana sabda Nabi Muhammad s.a.w." Maksudnya:

"Barang siapa mengada-ngadakan sesuatu pekerjaan yang tiada ia daripada agama, maka Allah S.W.T. melaknat keatasnya".
Maka melihatlah oleh saya ketika itu berbagai-bagai ragam ilmu, amalan wirid, jampian yang diada-adakan yang tiada pada asal agama, sebab menyangka mereka itu dengan jahilnya bahawa memberi bekas yang lain daripada Allah ta’ala dengan waham dan khayal yang fasiq, dengan istidraj Allah ta’la akan mereka itu bahawa memberi manfaat akan dia supaya mencapai kehendak mereka itu akan perkara mencarik adat di dalam perkara agama bagi mereka itu, antara perkara-perkara yang diada-adakan ialah umpama lahirnya beberapa kumpulan yang mengadakan kaedah atau petua mengikut logic akal antaranya :

mengadakan petua atau satu kaedah bersumpah atau mubai’ah bertujuan mencari kekuatan atau hikmah yang mencarik adat.
Mengadakan petua atau kaedah yang besrtakan pantang larang menepati hukum syara’ harus atau haram.
Mengadakan petua atau kaedah marah atau dimarahi bagi menzahirkan sesuatu perkara hikmah atau mencarik adat luar biasa.
Mengadakan petua ataukaedah yang mesti berpegang kepada ayat, wirid, jampian doa, azimat, tangkal, dan lain-lain yangzahir semata-mata atau berpegang kepada mana-mana i’tiqad Qadarih, Jabariah atau Mu’tazilah.
Mengadakan yang tiada tahu akan asal usulnya dari mana, di mana dan ke mana.
Menyedari betapa gemarnya kehendak umat melayu kepada kekuatan dan kebenaran Islam itu sendiri sepertimana firman Allah ta’ala :

Mafhumnya :

"Dan apa jua suruhan yang dibawa oleh Rasullullah kepada kamu maka ambillah akan dia serta amalkan, dan apa jua yang dilarangnya kamu melakukannya maka patuhilah larangannya." (Al-Hasyar ayat 7)
Gerak Seni Silat Abjad diperkenalkan adalah sebagai ganti nama kepada Amalan Pusaka Wali Khalifah Agama Islam yang diwarisi daripada gurunya Sheikh Yusuf Al-Kenali Al-Kelantani serta menerima latihan ilmu rahsia, petua hikmah, hulubalang khalifah daripada gurunya Sheikh Muhammad Taib bin Tuan Guru Haji Abdul Rahman Jabat yang berwasilah rabitah kepada Nabi Muhammad S.A.W. iaitu yang sampai kepada hakikat tauhid serta yang sah i’tiqadnya dan muafakat pula i’tiqadnya itu bagi ahli sunnah wal jama’ah dan berjalan pada zahirnya dengan syariat yakni muafakat pada zahir dengan syariat Muhammadiah dan batin pula dengan tariqat Ahmadiah (yang dikehendaki di sini ialah perjalanan yang mengikut perjalanan yang bercontoh dengan nabi Muhammad S.A.W.) hingga merdeka ia daripada segala yang lain daripada Allah dan kepada Allah ta’ala jua.

Adapun bagi setiap mereka yang bersilat itu ataupun bagi Gerak Seni Silat Abjad yang menerima talqin ucapan dua kalimah syahadah serta memfardhukan Islam keatas dirinya untuk memelihara segala anggotanya pada gerak dan diam barang yang diantaranya dan di antara suruhan Allah ta’la.

Maka lahirlah kekuatan keatas dirinya bagi menjaga maruah agama, diri, keturunan, harta benda dan tanah air.

Maka bagi setiap silat hendaklah ia tolak atau buang akan lima perkara yang telah disebut terdahulunya dan menegakkan lima perkara iaitu :

Iman yang teguh serta beradab mukmin.
Sejahtera diri, Keluarga, masyarakat dan tanah air.
Melazimkan ihsan di setiap tempat, waktu dan masa.
Menjadi umat yang diterima.
Mati dalam kebajikan (husnul khatimah)
Dan hendaklah ia melazimkan akan lima perkara :

Membuat kaifiat adab sebelum melaksanakan apa-apa kerja atau amalan atau latihan.
Mengambil langkah sunnah atau langkahan hulubalang mempertahankan diri.
Membaca Al-Quran, solat sunat, puasa sunat atau apa-apa zikir, wirid yang telah disusun oleh ‘ulama muktabar yang ahli pada babnya sebagai zikir taqarrub.
Membaca Al-Fatihah hadiah sebagai tabarruk.
Menghadiri majlis pengajian agama Islam dengan rupa mengjar, belajar, mendengar, bermuzakarah, mutala’ah, muraja’ah dengan mereka yang ahli pada babnya sekira-kira ada masalah yang dihadapi atau di musykili.
Kata-kata wasiat Banyak barang tiruan dalam pasaran,

Barang asli dalam rumah ahli,
Dapat beza dalam majlis tandingan,

Datang benar hancur binasa yang bathil,
Benar tetap benar, bathil tetap bathil,

Datanglah kepada kami jika mahu barang yang asli,
Tiada menjadi korban pengorbanan,

Tiada dimahkotakan pahlawan,
Nafsu tujuh rupa tujuh terbit,

Taulannya di luar atas rupanya baik atau jahat,
Tiap-tiap bergerak ditanya guru asal,

Dosa pahala dikira melaluinya,
Tiada guru syaitan mengaku jadi guru,

Ahli sufi palsu berbagai ragam ratib jampian,
Lumrah insan kalah memakai menang membeli.